Tidak ada seorang manusia pun di dunia ini, terlahir karena dia ingin miskin. Ingin lho yah, bukan karena memang harus miskin. Ada kalanya kemiskinan adalah sebuah keharusan yang tidak bisa kita pungkiri, seperti kita tidak bisa menghindarkan terjadinya bencana alam seperti gempa bumi atau gunung meletus.
Pepatah katak hendak jadi lembu, sepertinya tidak terlalu salah pada masa sekarang ini. Dahulu, ketika jaman sekolah dasar, kita selalu dicekoki dengan cerita seekor katak yang dengan congkaknya ingin menyaingi si lembu. Katak yang bertubuh imut, kemudian menelan nafas banyak-banyak hanya untuk berambisi menjadi sebesar lembu. Tapi itu jaman dulu, ketika belum ada istilah operasi pelastik atau pinjaman tanpa agunan dari bank. Kini, ceritanya sudah berbeda sama sekali. Nyaris seratus delapan puluh derajat perbedaannya.
Kenyataan yang terjadi sekarang, betapa kita liat banyak sekali katak yang telah jadi lembu. Kalau kita ibaratkan mereka adalah orang-orang yang secara finansial tidak memadai, berkat kerja keras dan kesungguhan meraka sekarang menjadi juragan-juragan yang dapat dengan mudah menjentikan jari untuk keinginannya. Mereka berambisi. Mereka punya kemauan untuk menjadi maju.
Labih jauh dari itu semua, nasib menentukan mereka kemudian menjadi lebih lembu. Siapa yang bisa melawan nya? Itu, seharusnya menjadi ujian buat mereka. Ujian, karena yang lain tidak bisa selembu mereka. Kenyataanya, lembu-lembu tetap menjadi pekerja kelas rendah dibawah katak-katak yang sekarang menjadi tuan bermahkota intan berlian. Bukan salah memang, namun ketidak siapan katak menjadi raja, justru membuat dia kelihatan konyol. Kadang, tidak pernah mendengar, kadang malah tidak mau peduli. Semuanya bisa dibeli dengan uang, sehingga kadang, kebebasan dan privasi juga seperti seharga dengan beberapa rupiah.
Bodohnya lagi, lembu-lembu mau saja dibegitukan. Tdak pernah menganggap dirinya lembu sehingga mau, di lembu-lembukan oleh katak.
Perubahan pola hidup dan kenyamanan itu, kemudian menjadi pemicu terbengkalainya kearifan sosial yang seharusnya menjadi akar budaya bangsa. Norma-norma yang tidak mengenal dirinya, karena merasa lebih hebat dan lebih jago dari yang lain, kemudian menjadi sebuah pemicu timbulnya friksi sosial dimasyarakat.
Jadilah katak, jangan jadi lembu. Sebab katak bisa menjadi lembu namun lembu tak bisa sekecil katak.
Comments
Post a Comment