Gerimis turun lagi. Kali ini, disertai petir yang menggelegar dan kilat yang menyambar-nyambar di ujung langit. Rasanya, mustahil memang untuk melanjutkan perjalanan. Satu jam yang dari tadi diucapkan sudah lewat lima belas menit. Dan benar saja, ini tidak seperti yang diharapkan. “ Kita naik sedikit lagi yah, di sono ada tanah datar yang bisa bikin satu tenda. Semoga belum ada pendaki lain yang nempatin,” dia ngoceh tanpa berhenti. Saya yang sudah mulai letih tak menjawab omongannya. Menganggukpun tidak. Rasanya itu bukan seperti bahan diskusi. Lebih seperti perintah yang tidak maupun, memang harus mau. photo @boimakar “ Kok diem?” dia tiba-tiba bertanya, setelah lebih tiga puluh menit kami mendaki. “ Mau apa? Koprol? Salto?” saya menjawab berang. Membuka mulutnya lebar dan dia tertawa terpingkal. Jengkel betul rasanya ditertawakan setelah perjalanan jauh begini. Mana itu, satu jam yang sudah dijanjikan dari bawah tadi. Rasanya seperti janji manis yan tak pernah ada
Ketika makna hidup dipertanyakan, jawaban apa yang akan kita beri? Kemana jawaban akan dicari?