Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2013

Lelaki : Cerita Dari Gunung – Bagian 4

Kerlap Kunang-Kunang N yaris lebih banyak diam, ketika kami memasak. Mas Gatot dan dua temannya berbicara lirih dalam bahasa Jawa. Elang, sudah di pindahkan kedalam tenda prisma kecil, yang rasanya memang tidak akan cukup ditempati mereka semua. Dia terlelap sesudah memakan makanan warung tadi. Mungkin karena terlalu letih. Jadinya langsung tidur. Suara benturan nesting tentara dengan sendok untuk mengaduk, beberapa kali terdengar. Rasanya janggal juga, tidak berbicara banyak waktu masak begini. Saya memasak sendirian. Merebus air untuk membuat teh, sementara mereka sibuk memasak yang lainnya. Dan ketika dua gelas besar teh panas siap, saya sodorkan kepada mereka. Karena akan makan, jadi kita minum teh saja, begitu alasan saya. photo by @qisyuteakar Dalam satu jam, masakan kami sudah siap. Ada nasi hangat, yang sebetulnya saya bungkus dari bawah dan saya hangatkan, ada tempe goreng dan irisan cabai hijau besar, dimasak ala kadarnya, kemudian ada juga mie rebus yang disu

Lelaki : Cerita Dari Gunung – Bagian 3

Berdamai Dengan Masa Lalu “ Jadi bagaimana?” Tiba-tiba, mas Gatot membuka suaranya. Matanya menatap saya lekat. Seperti menyelidik sesuatu. Membuka bungkusan makanan kecil warung yang di sodorkan Elang kepadanya. Menarik salah satu sisinya, hingga terbuka, kemudian menyerahkan kembali ke lelaki kecil dalam pangkuannya. Dengan riang, Elang menerima bungkusan itu, mengambil satu isinya, memasukkan ke mulut dan mulai mengunyah. Tawanya bahagia, ketika kunyahannya pada kali ke tiga atau ke empat. Mukanya yang polos, kecoklatan, berbinar-binar lucu. Sesaat, saya memandangnya dengan antusias. photo by @qisyuteakar   “ Lha, yang ngajak ngomong bapaknya, kok malah ngeliatin cah cilik iki, sambil senyum-seyum. Piye tho?” katanya kemudian. Saya menoleh. Tanpa sadar, saya tersenyum menyaksikan wajah lucu anak kecil dalam pangkuan Mas Gatot. Betapa dia menikmati hidupnya dengan sangat sederhana. Bahkan, mengunyah makanan warung diketinggian begini, dalam dingin begini, setelah cape

Lelaki : Cerita dari Gunung – Bagian 2

P ertemuan saya dengan mas Gatot, beberapa tahun yang lalu, membuat saya kembali mengingat cerita itu. Sebuah perjalanan, ketika keremajaan dan pubertas meledak-ledak. Ada sekelumit pembicaraan yang terus terendap dalam benak saya. Sesekali membendung manakala egoisme itu begitu keras menghentak ingin keluar. photo by @jerry_tommm “ Mas Boim, naik gunung emang cari apa?” tananya mengejutkan. “ Nyari apa ya mas. Saya nggak  ngerti pertanyaannya,” saya menghindar karena tidak siap mendapatkan pertanyaan begitu. Rasanya, letih berjalan dari sore tadi, hingga sampai hampir tengah malam ini, masih terus terasa. Dia menghela nafas. Kemudian tertawa kecil. Menghisap rokok nya yang tinggal setengah, dan menghembuskan asap putih bercampur uap nafas yang tersamar. Menggeser duduknya sedikit. Sekarang dia mengangkat lutunya sebelah, dari posisinya yang bersila tadi. “ Maksud saya, kenapa mendaki gunung? Kan enak di  kota. Naik gunung sudah capek, panas, dingin, lapar. Belom

Lelaki : Cerita dari Gunung – Bagian 1

J ika bukan karena photo yang aku lihat di sebuah majalah, rasanya malas betul pergi jauh-jauh ke tempat ini. Sendirian pulak.  Namun, awan putih dengan langit biru, yang malatari bebatuan berwarna keperakan itu, rasanya memanggil-manggil dengan derasnya. Dengan berbekal wejangan dari seorang teman, keril dan segala isinya, lengkap dipanggul. Naik turun antara kereta api ekonomi dan angkutan umum yang penuh sesak dengan orang-orang yang lebih membutuhkan, sebetulnya, ketimbang saya yang hanya memuaskan hasrat tersendiri. Sore merembang dengan cerahnya. Lembayung belum lagi muncul di ujung cakrawala sebelah barat. Dingin menyergap bersama hembusan angin yang lambat menerpa. Meski sudah memakai jaket, rasanya dia menerobos bebas, membelai kulit yang belum mandi dari kemarin sore. Pelataran luas, berisi warung-warung yang berbanjar lurus. Cahaya remang dan dari lampu pijar lima watt, iringan musik dangdut yang diputar dari VCD player bermerk “murahan”, mengalun keras. Adzan Asha

Lelaki : Ombak Rindu - Episode Cinta Negeri Tetangga

Tuhan tolong, lembutkan hati dia. Untuk terima ku seadanya Karena ku tak sanggup, karena ku tak mampu hidup tanpa dia disisiku .. Itulah, beberapa bait lagu dari soundtrack film negara tetangga Malaysia, yang beru saja selesai saya tonton. Rasanya, terlalu melankolis, bahkan cenderung cengeng, pada awalnya. Film itu, berjudul Ombak Rindu. Sama dengan novel yang mendahuluinya. Karangan seorang perempuan Malaysia yang mengangkat kisah percintaan klasik, dengan bumbu ketidakrestuan orang tua terhadap percintaan anaknya. Juga, kisah tentang kesejatian cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang. Izzah, seorang perempuan dari kampung, dipaksa datang ke Kuala Lumpur oleh pamannya. Dia lalu menjualnya kepada sebuah club malam, dan dipaksa untuk menjadi pelacur. Sementara Haris, sang lelaki, adalah seorang pria tampan, sukses, pengusaha perkebunan yang menjadi langganan klub tersebut. Takdir mempertemukan mereka. Dan disanalah kisah itu bermula. Izzah, menjadi perempuan