Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2013

Lelaki : Edelweis Kering di Lembah Abadi – Bagian 3

“ Hari itu. Bulan November. Akhir November. Aku membangun tendaku sendirian dalam hempasan angin dan hujan petir...” dia mulai bercerita. Suaranya agak gemetar. Namun, perlahan-lahan menjadi stabil. Saya dengan seksama menyimak, tanpa ada keinginan untuk menyela. “ Sebenarnya, hari itu hari berlum terlalu sore. Gelap belum lagi datang. Aku tergesa-gesa menerobos gelap yang tiba-tiba datang, seiring dengan air yang deras tercurah dari langit. Setelah beberapa kali petir besar terdengar, dan kilat yang menyambar-nyambar. Beberapa pendaki lain, berhenti membuat bivak dalam celah-celah pohon yang aman. Aku menerobos. Ah, betapa sombongnya aku waktu itu,” katanya. Kemudian dia mengusap mukanya dengan kedua tangan. Seperti menyesali sesuatu yang sangat berat. “ Aku mendaki sendirian. Kebiasaan buruk!” runtuknya. “ Aku merasa sangat jago. Meski mendaki sendirian. Beberapa kali pernah celaka, namun, tetap saja. Panggilan untuk itu, tak pernah reda. Hingga secara insting, aku suda

Lelaki : Edelweis Kering di Lembah Abadi – Bagian 2

“ Kamu percaya kalau edelweis itu bunga abadi?” Dia merebahkan badannya terlentang, diatas rumputan lembah yang semakin terik. Menarik kaca mata hitam yang dari tadi hanya nongkrong  dikepalanya, untuk menutupi matanya yang selalu lincah dari paparan sinar matahari. Saya serta merta membaringkan tubuh juga. Menyandarkan kepala pada ransel yang saya bawa dari bawah. Dia menoleh. Melemparkan senyumannya, dan bertanya lagi, “ percaya?” butuh penjelasan. @boimakar Saya menggeleng. Mengerjapkan mata yang silau karena matahari. Namun, diatas saya, agak ke kiri sedikit, beberapa tangkai bunga edelweis terlihat mengering. Dari sudut ini, dengan berlatar langit biru tanpa batas, rasanya luar biasa indah. Meski sudah kering, namun tetap mempesona. “ Pertanyaan saya saja, masih belum kau jawab. Sudah nanya yang baru lagi,” saya mengalihkan perhatian dia ke topik semula. “ Eh? Pertanyaan yang mana? Saya tidak ingat..” dia seolah acuh. Tidak peduli. Sambil menendang ujung sep

Lelaki : Edelweis Kering di Lembah Abadi – Bagian 1

“ Masih jauh? Pertanyaan itu, seperti berondongan peluru yang dimuntahkan dari senapan serbu AK47. Bertubi-tubi dia menembak tepat di gendang telinga. Beberapa memang luput, namun lebih banyak yang bersarang. Sementara jalanan kecil berkelok-kelok, penuh akar-akar pohonan hutan yang berumur mungkin lebih seratus tahun, muncul disela-sela daunan tua yang jatuh ke tanah. Menjadi lembab. Bahkan mungkin dia tidak kenal sama sekali sinar matahari dibawah sini. Beberapa bagian, pohonan tumbang dengan sembarang. Memotong jalur kecil yang terasa terus mendaki. Ukurannya tidak merata. Beberapa sangat besar, hingga rasanya hampir mustahil untuk meloncat keatasnya. Sisanya, kecil-kecil tapi banyak dan rapat. “Masih Jauh?” Pertanyaan itu lagi. Rasanya, kuping saya ingin sekali disumbat, hingga tidak usah mendengarnya. Seperti percuma menjelaskan jarak tempuh pada keadaan seperti sekarang ini. Persepsi bisa saja salah. Estimasi bisa saja meleset. Tiga puluh menit, sama artinya dengan

Lelaki : Cerita Dari Gunung – Bagian 5 – Habis

Bayang-Bayang Nyata Badan saya, rasanya letih juga. Hari semakin larut. Suara langkah pendaki-pendaki malam semakin hilang dari pendengaran. Hanya ada nyala lampu senter yang bergerombol dibeberapa tempat, bergerak lambat membelah malam, dikejauhan. Nun dibawah sana, ratusan lampu-lampu pemukiman desa, nampak menguning dan putih, seperi gerombolan kunang-kunang mati, tapi tetap bersinar. Atau seperti jamur fosfor yang menyala kaku dalam gelap pohonan bambu dibelakang rumah, ketika saya kecil dulu.   photo by @qisyuteakar Pada malam-malam seperi ini, saya merasakan energi alam yang sebenarnya. Di tubuh gunung, yang didalamnya terdapat jutaan ton lahar panas, siap menghancurkan peradaban disekitarnya, kami duduk dengan mencari hangat di api unggun. Mencoba meresapi dingin yang semakin beku. Membuat catatan-catatan sendiri dalam pikiran masing-masing. Dan mengeluarkannya pada masa yang tepat, suatu saat nanti. Perjumpaan dengan mas Gatot yang ganjil terus membuat otak