aku tidak akan lagi pernah menyangkal bahwa usia ku sudah tidak muda lagi. waktu telah membawa begitu banyak pengalaman yang tidak mungkin bisa targanti oleh apapun. pahit dan manis kehidupan, seperti butiran tasbih yang beruntun sambung menyambung tidak kenal putus. meskipun hanya berjumlah sembilan puluh sembilan, namun dia kembali lagi ke satu, kemudian dua, tiga dan seterusnya. tanpe pernah putus.
perjalanan hidup, seperti sebuah perjalanan mendaki gunung. diawal, semua beban terasa berat betul. tidak ada satu pun beban yang terasa ringan. bahkan, sebuah sendok atau sejumput sayuran yang kita bawa, sudah merupakan beban yang membuat tulang belakang terasa semakin mengkerut. membuat dengkul terasa semakin susah bergerak. dan di pertengahan, semuanya akan berasa menjadi sesutu yang biasa. berat beban adalah sebuah keniscayaan yang memang seakan menjadi hal yang biasa. kita biasa membawa beban itu, dan tubuh menjadi terbiasa memikul beratnya.
apalagi yang menjadi tidak biasa ketika satu hari penuh berjalan dalam deraan keadaan yang memaksa kita menjadi biasa? dari mana datangnya, dorongan yang mentolerir keadaan itu? dari dalam diri kita? ego? atau memang adaaptasi tubuh yang sudah dicipta tuhan sehebat itu, sehingga segala sesuatu menjadi hal yang biasa saja terjadi didunia ini?
menjadi bijaksana, adalah pilihan menjalani hidup. tidak ada satu manusia pun terlahir dengan dominasi otak menjadi bijaksana. semuanya berjalan secara alami. semakin banyak melihat, kita akan semakin tahu. semakin banyak mendengar, kita akan semakin yakin. semakin banyak mengalami, kita akan semakin bijaksana. dan semuanya kembali pada satu dasar yang memang sudah digariskan Tuhan kepada kita. fitrah manusia sebenernya. untuk menjadi manusia yang sebenarnya.
bukankah memang, kita diwarisi sifat sifat yang lebih luhur dari semua mahluk di dunia ini. hanya manusia yang mengerti apa itu menjadi manusia dan memanusiakan manusia. dalam bahasanya, mungkin hewan juga akan memperlakukan sesamanya seperti kita memperlakukan sesama kita. namun, itu tidak menjadi acuan, karena kita tidak mau disamakan dengan mereka. dari segi manapun, manusia tetap mahluk superior.
lalu bagaimanakah kita bisa menjadi bijaksana? apakah ada sekolah atau kursus yang bisa menjadikan kita bijaksana? (bm/11)
Comments
Post a Comment