Skip to main content

Lelaki : Maaf, Emak


Keinginan Emak, pasti sama saja dengan keinginan semua ibu di dunia. Membesarkan anak-anaknya dan menjadikan mereka mandiri, sehingga tak perlu mereka bergantung kepada siapapun untuk mencukupi kebutuhannya. Emak, selalu mendoakan ketika aku pulang seminggu sekali mengunjunginya dirumah kami, yang tua warisan almarhum bapak. Wajahnya, kian hari kian keriput. Meski senyum tulusnya tak pernah melemah. Tetap hangat dan menguatkan.


Harapan Emak, adalah menyelesaikan tugasnya sebagai orang tua. Aku, anak lelakinya yang belum menikah. Ada adikku memang, tapi tentu saja, dia tak pernah ditanya kesiapan untuk membina rumah tangga. Hingga secara silsilah sosial, pasti lah pertanyaan itu jatuh ke anak yang lebih tua.


Apakah kemudian Emak berduka ketika, perkawinan ku gagal untuk pertama kali? Tentu saja tidak. Kata-kata yang masih terngiang ditelingaku, seperti kejadian itu baru terjadi beberapa menit yang lalu, adalah ketika Emak meyakinkan aku tentang jodoh dan kehidupan kami yang bahagia, selama ini.


" Dia bukan jodohmu. Jangan  merasa rugi dengan kehilangan ini," kata Emak sore itu, saat aku mengadu kepadanya tentang kegagalan pernikahan kami. Ada gurat halus didahinya yang tegang tertarik syaraf emosi kuat. Matanya berkaca, namun tak sampai tumpah. Karena dia tahu, aku harus dikuatkan. Aku merebahkan kepala di pangkuannya. Membiarkan emosi yang meledak dikedua mata tumpah dalam bentuk air. Tangannya mengusap lembut.

" Sudah. Tidak ada yang perlu ditangisi. Hidup terus berjalan, bahkan berlari, meski kamu sesungukan dipangkuan Emakmu ini. Dia meninggalkan orang-orang yang diam disuatu tempat tanpa mau berbuat apa-apa lagi," lanjut Emak.


Kemudian ketika beberapa waktu yang lalu, aku kembali datang kepadanya tentang usahaku meminang seorang perempuan, dia mendukung dengan antusias. Pun dengan adik dan kakak-kakak. Dan ketika penantian itu berjawab, tidak, dia tidak pernah surut membakar tungku semangat dihati ku. Berkali-Kali, Emak juga bergurau tentang pilihan terbaik dalam hidup. 
Emak memang tidak pernah sekolah. Bahkan baca tulis pun tidak bisa. Namun, naluri sebagai ibu dan pelindung buat anak-anaknya, menjadi semacam bahan baku untuk terus mencambuk diri. Emak yang bijak. Emak yang selalu jadi panutan. (bmkr/911)

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny