Keinginan Emak, pasti sama saja dengan keinginan semua ibu di dunia. Membesarkan anak-anaknya dan menjadikan mereka mandiri, sehingga tak perlu mereka bergantung kepada siapapun untuk mencukupi kebutuhannya. Emak, selalu mendoakan ketika aku pulang seminggu sekali mengunjunginya dirumah kami, yang tua warisan almarhum bapak. Wajahnya, kian hari kian keriput. Meski senyum tulusnya tak pernah melemah. Tetap hangat dan menguatkan.
Harapan Emak, adalah menyelesaikan tugasnya sebagai orang tua. Aku, anak lelakinya yang belum menikah. Ada adikku memang, tapi tentu saja, dia tak pernah ditanya kesiapan untuk membina rumah tangga. Hingga secara silsilah sosial, pasti lah pertanyaan itu jatuh ke anak yang lebih tua.
Apakah kemudian Emak berduka ketika, perkawinan ku gagal untuk pertama kali? Tentu saja tidak. Kata-kata yang masih terngiang ditelingaku, seperti kejadian itu baru terjadi beberapa menit yang lalu, adalah ketika Emak meyakinkan aku tentang jodoh dan kehidupan kami yang bahagia, selama ini.
" Dia bukan jodohmu. Jangan merasa rugi dengan kehilangan ini," kata Emak sore itu, saat aku mengadu kepadanya tentang kegagalan pernikahan kami. Ada gurat halus didahinya yang tegang tertarik syaraf emosi kuat. Matanya berkaca, namun tak sampai tumpah. Karena dia tahu, aku harus dikuatkan. Aku merebahkan kepala di pangkuannya. Membiarkan emosi yang meledak dikedua mata tumpah dalam bentuk air. Tangannya mengusap lembut.
" Sudah. Tidak ada yang perlu ditangisi. Hidup terus berjalan, bahkan berlari, meski kamu sesungukan dipangkuan Emakmu ini. Dia meninggalkan orang-orang yang diam disuatu tempat tanpa mau berbuat apa-apa lagi," lanjut Emak.
Kemudian ketika beberapa waktu yang lalu, aku kembali datang kepadanya tentang usahaku meminang seorang perempuan, dia mendukung dengan antusias. Pun dengan adik dan kakak-kakak. Dan ketika penantian itu berjawab, tidak, dia tidak pernah surut membakar tungku semangat dihati ku. Berkali-Kali, Emak juga bergurau tentang pilihan terbaik dalam hidup.
Emak memang tidak pernah sekolah. Bahkan baca tulis pun tidak bisa. Namun, naluri sebagai ibu dan pelindung buat anak-anaknya, menjadi semacam bahan baku untuk terus mencambuk diri. Emak yang bijak. Emak yang selalu jadi panutan. (bmkr/911)
Comments
Post a Comment