Sebuah pantai. Deretan nyiur tak henti diterpa angin. Gugusan karang membentuk dinding tinggi mencakar langit. Meski udara panas menyengat, hembusan angin laut, berbau garam dan lengket yang menerjang, nyatanya sanggup meredam energi bakar matahari. Kerang-kerang mati yang terdampar seretan ombak kepantai, menjamur, berserak seperti tak berguna. Tapi lihat lagi dengan baik. Warna-warna memikat dan bentuk lucu, bisa dibuat aneka rupa sesuka hati.
Kita bergandeng tangan. Menyambut debur ombak yang tinggi. Beberapa percik masuk ke mata. Beberapa lagi tertelan. Saya meludah berkali-kali. Mengusir asin yang terus merengsak masuk dalam tenggorokan. Mengucek mata yang berkali-kali mengerjap mengusir perih. Baju yang basah, dingin membungkus. Namun hati kita seolah hangat. Menjalar energi yang disaring dari ultraviolet, menelusup lewaat tangan kita yang bergandengan.
Saya, berasa memasuki dunia yang sudah begitu lama terlupa. Mimpipun, saya tidak pernah untuk menggandeng tanganmu, membelai ujung jemarimu. Mendekap mu erat. Semuanya seperti dunia yang tidak pernah saya jelajahi. Ini bukan bingung. Ini bukan perasaan tidak menentu. Saya hanya lupa, kapan terakhir kali saya memasuki dunia seperti ini. Terlalu lama memenjara perasaan yang tidak pernah saya tau ujung dan pangkal.
Kamu yang menemukan aku melayang seorang diri diangkasakah? Atau saya yang menemukanmu, terombang ambing dalam hiruk pikuk dunia penuh cahaya? Atau bisa jadi kita dipertemukan dalam prosesi yang kita sendiri tidak pernah mengerti asal muasalnya? Misteri yang terus membungkus dari semua keganjilan perasaan. Kita dipertemukan oleh tulus yang tidak pernah tereja. Semuanya sudah menjadi lagu, jauh sebelum kita menuliskan nada dan syairnya. Saya berbahagia (bmkr/1011)
Comments
Post a Comment