Skip to main content

Lelaki : Dunia Tanpa Nama - Sebuah Fiksi Pendek

Selamat pagi, Matahari ..
Sapaan macam apa itu. Matahari selalu terbit pertama kali memang pagi-pagi. Tak perlu rasanya menyapa dia dengan kata itu.

Suatu hari, roh matahari turun kebumi pada malam hari. Menggantung di leherku, menggelayut pada bulu-bulu mataku, menyangga kelopak mata hingga dipaksa membuka hingga pagi. Badan sudah letih betul. Tenaga sudah habis untuk melawan kekuatan maha hebat itu. Tapi, roh matahari dan roh gravitasi bersinergi membentuk kekuatan yang tidak bisa tertandingi. Hebat dan perkasa.

Aku dijebak. Mangangguk dan amin pada setiap ucapan yang terlontar dari mulut-mulut tak nampak. Cuma bunyi-bunyian yang kadang kala, membesar menggema, pada lorong putih penuh kran air yang siap-siap memancurkan isinya. Tapi, anehnya. meski roh matahari berkeliaran disana, detektor panas tidak juga bekerja menjalankan tugasnya. Ini apa? Rekayasa atau memang kran-kran air itu tersumbat oleh roh gravitasi yang tertarik bulan.

Ramai betul tempat itu. Beribu Manusia menggembira dalam sebuah pesta. Memotong kue keju yang enak kemudian menggila dalam lemparan-lemparan canda. Dinding-dinding sibuk menyanyi. Buku-buku dalam lemari bermain terompet. Gelas dan piring-piring memainkan perkusi dengan cantik. Peri yang berulang tahun menggila dalam pengaruh anggur yang lezat. Ini dansa dansi ala dunia yang tidak pernah akan kau temui ditanah sini. Lalu aku dimana? Memandang sekelililng, terkadang mereka nampak manis cantik bagai kaum elf yang selalu pucat mempesona. Namun, sekelebat, seperti rombongan urgal yang tidak pernah mandi, berbau busuk sangat.

Selamat malam, Bulan.
Kenapa tidak selamat kan aku saja keduniaku yang utuh? Tarik aku melawan gravitasi yang membumbung justru ke langit. Ragaku benar-benar terjebak pada perilaku roh yang hanya ingin berpesta. Semua nya kelihatan seperti tidak nyata. Dinding yang bersorak sorai. Terompet dari buku. Perkusi dari piring-piring. Aku gila. Belum lagi, melihat kuman-kuman yang membesar pada lantai yang semakin kotor. Entah mahluk apa lagi yang kemudian menari-nari diatas kue-kue keju itu, seolah ia adalah es yang siap dimainkan dalam pesta musim dingin. Dan mereka menyantapnya tanpa jijik. Sesekali melemparnya seperti bola salju. Kekanakan.

Dimana dunia? Dimana aku?? (bmkr/1212)
pic : http://www.annecy.org/resources/images/selection/b_620166.jpg

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny