Selamat pagi, Matahari ..
Sapaan macam apa itu. Matahari selalu terbit pertama kali memang pagi-pagi. Tak perlu rasanya menyapa dia dengan kata itu.
Suatu hari, roh matahari turun kebumi pada malam hari. Menggantung di leherku, menggelayut pada bulu-bulu mataku, menyangga kelopak mata hingga dipaksa membuka hingga pagi. Badan sudah letih betul. Tenaga sudah habis untuk melawan kekuatan maha hebat itu. Tapi, roh matahari dan roh gravitasi bersinergi membentuk kekuatan yang tidak bisa tertandingi. Hebat dan perkasa.
Aku dijebak. Mangangguk dan amin pada setiap ucapan yang terlontar dari mulut-mulut tak nampak. Cuma bunyi-bunyian yang kadang kala, membesar menggema, pada lorong putih penuh kran air yang siap-siap memancurkan isinya. Tapi, anehnya. meski roh matahari berkeliaran disana, detektor panas tidak juga bekerja menjalankan tugasnya. Ini apa? Rekayasa atau memang kran-kran air itu tersumbat oleh roh gravitasi yang tertarik bulan.
Ramai betul tempat itu. Beribu Manusia menggembira dalam sebuah pesta. Memotong kue keju yang enak kemudian menggila dalam lemparan-lemparan canda. Dinding-dinding sibuk menyanyi. Buku-buku dalam lemari bermain terompet. Gelas dan piring-piring memainkan perkusi dengan cantik. Peri yang berulang tahun menggila dalam pengaruh anggur yang lezat. Ini dansa dansi ala dunia yang tidak pernah akan kau temui ditanah sini. Lalu aku dimana? Memandang sekelililng, terkadang mereka nampak manis cantik bagai kaum elf yang selalu pucat mempesona. Namun, sekelebat, seperti rombongan urgal yang tidak pernah mandi, berbau busuk sangat.
Selamat malam, Bulan.
Kenapa tidak selamat kan aku saja keduniaku yang utuh? Tarik aku melawan gravitasi yang membumbung justru ke langit. Ragaku benar-benar terjebak pada perilaku roh yang hanya ingin berpesta. Semua nya kelihatan seperti tidak nyata. Dinding yang bersorak sorai. Terompet dari buku. Perkusi dari piring-piring. Aku gila. Belum lagi, melihat kuman-kuman yang membesar pada lantai yang semakin kotor. Entah mahluk apa lagi yang kemudian menari-nari diatas kue-kue keju itu, seolah ia adalah es yang siap dimainkan dalam pesta musim dingin. Dan mereka menyantapnya tanpa jijik. Sesekali melemparnya seperti bola salju. Kekanakan.
Dimana dunia? Dimana aku?? (bmkr/1212)
pic : http://www.annecy.org/resources/images/selection/b_620166.jpg
Comments
Post a Comment