Jangan pernah peduli dengan siapa kau berhadapan. Pedulilah dengan apa kau akan menghadapinya.
Pernah kita melihat sebuah kehidupan tanpa ujung. Masuk kedalamnya seperti menjadi sebuah pekerjaan rumah yang tidak pernah ketemu jawabannya. Berputar-putar tentang rumus-rumus yang njelimet tanpa pernah tau bagaimana menggunakanya.
Namaku, Agustus. Begitu senyum kecilnya membuka pada pertemuan kami pertama kali. Itu memang nama yang wajar, buat sebaian orang. Buat ku tetap saja aneh. Kenapa ada orang yang dinamakan dengan nama-nama bulan dalam hitungan masehi. Agustus, April, Januari. Kenapa tidak ada orang bernama Maret, Desember, atau September? Juli dan Juni, tentu saja ada. Kenapa tidak Oktober? Hanya Okto saja kadang-kadang.
Tapi, jangan salah, aku tidak dilahirkan pada bulan Agustus, lho.
Nah, ini lagi yang aneh. Kenapa tidak pernah terlahir pada bulan itu, lalu dinamakan seperti bulan itu. Orang tuanya pasti aneh juga. Dia, si Agustus, ternyata lahir pada bulan Juli. Hampir penghabisan. Pada saat kelahirannya, orang tuanya tidak mampu menebus nya dari rumah sakit. Sudah jadi rahasia umum, banyak orang meninggalkan anak-anak mereka di Rumah Sakit Bersalin, lantaran kekurangan uang untuk menebusnya, dan pihak RSB tidak mau memberikan akan mereka dengan uang yang kurang. Lumrah, atau wajar terjadi disini. Negara mimpi ini.
Lalu, kenapa namanya jadi begitu, tidak Juli, saja, seperti nama bulan dia dilahirkan? Sudah hampir habis bulan kedelapan, ketika orang tua nya menjemput dia dari RS. Hari penjemputan itulah, yang kemudian dianggap hari lahirnya, oleh orang tua nya.
Kemudian, dia menjadi benci dengan bulan Juli. Menganggap, Agustus itu bulan sial. Nyatanya, setiap hari ulang tahunnya, hingga ke-9 sekarang, tak pernah ada kue atau kado kado. Pada bulan Agustus ke-7 dari hari dia dijemput dari RS, ayahnya tertabrak kereta api di perlintasan yang tidak berpintu. Pada Agustus ke-8, ibunya yang kena razia dan entah dimana ada sekarang. Dia jadi membenci betul Agustus. Namanya.
Kemudian dia berfikir, bukan namaku yang sial. Cuma Agustus yang paling pas untuk aku. Karena semua peristiwa besar itu terjadi bulan ini dalam hidupku. Aku sudah bersiap dalam 11 bulan, untuk satu bulan itu. Kenapa harus takut?, katanya.
Namaku, Agustus! Lantang ia menyebut.
(bmkr/0812)
Pernah kita melihat sebuah kehidupan tanpa ujung. Masuk kedalamnya seperti menjadi sebuah pekerjaan rumah yang tidak pernah ketemu jawabannya. Berputar-putar tentang rumus-rumus yang njelimet tanpa pernah tau bagaimana menggunakanya.
Namaku, Agustus. Begitu senyum kecilnya membuka pada pertemuan kami pertama kali. Itu memang nama yang wajar, buat sebaian orang. Buat ku tetap saja aneh. Kenapa ada orang yang dinamakan dengan nama-nama bulan dalam hitungan masehi. Agustus, April, Januari. Kenapa tidak ada orang bernama Maret, Desember, atau September? Juli dan Juni, tentu saja ada. Kenapa tidak Oktober? Hanya Okto saja kadang-kadang.
Tapi, jangan salah, aku tidak dilahirkan pada bulan Agustus, lho.
Nah, ini lagi yang aneh. Kenapa tidak pernah terlahir pada bulan itu, lalu dinamakan seperti bulan itu. Orang tuanya pasti aneh juga. Dia, si Agustus, ternyata lahir pada bulan Juli. Hampir penghabisan. Pada saat kelahirannya, orang tuanya tidak mampu menebus nya dari rumah sakit. Sudah jadi rahasia umum, banyak orang meninggalkan anak-anak mereka di Rumah Sakit Bersalin, lantaran kekurangan uang untuk menebusnya, dan pihak RSB tidak mau memberikan akan mereka dengan uang yang kurang. Lumrah, atau wajar terjadi disini. Negara mimpi ini.
Lalu, kenapa namanya jadi begitu, tidak Juli, saja, seperti nama bulan dia dilahirkan? Sudah hampir habis bulan kedelapan, ketika orang tua nya menjemput dia dari RS. Hari penjemputan itulah, yang kemudian dianggap hari lahirnya, oleh orang tua nya.
Kemudian, dia menjadi benci dengan bulan Juli. Menganggap, Agustus itu bulan sial. Nyatanya, setiap hari ulang tahunnya, hingga ke-9 sekarang, tak pernah ada kue atau kado kado. Pada bulan Agustus ke-7 dari hari dia dijemput dari RS, ayahnya tertabrak kereta api di perlintasan yang tidak berpintu. Pada Agustus ke-8, ibunya yang kena razia dan entah dimana ada sekarang. Dia jadi membenci betul Agustus. Namanya.
Kemudian dia berfikir, bukan namaku yang sial. Cuma Agustus yang paling pas untuk aku. Karena semua peristiwa besar itu terjadi bulan ini dalam hidupku. Aku sudah bersiap dalam 11 bulan, untuk satu bulan itu. Kenapa harus takut?, katanya.
Namaku, Agustus! Lantang ia menyebut.
(bmkr/0812)
Comments
Post a Comment