Skip to main content

Lelaki : Pada Titik Jenuh



photo by @boimakar
Tetiba, jenuh menyerang. Menombak dengan tepat ke titik semangat yang menyala-nyala. Bahkan, menerjangkan anak panah seperti ombak dilautan, tak pernah henti. Kopi tak lagi berasa nikmat. Susu tak terlihat putih berselera. Semua seperti hampa tanpa ada cerah terpesiar. Ngantuk datang berkali-kali tanpa henti. Juga ikut, seperti anak panah jenuh tadi menyerang. Bukan cuma raga dan jiwa, alam bawah sadar dijejali dengan bisikan-bisikan angin yang terus menerus tanpa henti. 

Dokter yang ditanya, tak tau obatnya. Dukun menyerah karena tak ada wangsit yang menyampaikan berita. Aku terkurung dalam jeruji tanpa bentuk yang seolah hanya beberapa milimeter di depan mata, namun, nampak seperti jauh pulak, ribuan kilometer didepan. Lari kedepan seperti menabrak ruang kaca yang bening. Mundur kebelakang seperti jurang menganga lebar siap menerkam. Kemana harus berlari, entahlah!


Kepala terasa semakin berat. Kantuk menyerang semakin meraja lela. Seluruh organ tubuh dikuasai kekuatan jahat yang sangat kuat. Membelenggu tanpa ada satupun kekuatan mampu menahan. Tidak juga keinginan yang gigih untuk bangkit. Semua kalah. Semua kaku dalam cengkraman tanpa ampun.

photo by @boimakar
Kemudian pesan datang dari daunan yang jatuh di penghujung siang. Berkelebat dia dalam bayangan samar seputih kapas, memproyeksi gambaran sebuah tempat tanpa batas, penuh warna-warni indah dan hijau mempesona. Batuan menyala berkilauan. Air beriak dalam sungai-sungai berbatu pulam. Warna warni menggembirakan hati. Ini seperti mimpi, tapi proyeksi itu sedemikian nyata. Aku sudah gila mungkin. Menyaksikan gambaran ulat-ulat yang menari dalam irama yang terdengar asing, dan memikat. Menenangkan hati. Kemudian apa lagi itu? Rumputan meniupkan seruling gembala, dan jangkrik semut menari membuat lingkaran dalam formasi baris yang elok. Aku sudah gila!

Tapi, lihatlah. Aku bisa merasakan semuanya dengan nyata. Membolak balik batuan warna-warni itu, dan menyusunnya menjadi istana kecil, seperti rumah hobbit dan menempatkan beberapa kijang mini didalamnya. Dan, dari sungai-sungai yang mengalirkan susu dan madu, bermekaran kelopak bunga-bunga indah yang menyegarkan. Apa ini surga? Apa aku mati? (bmkr/02/13)


Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny