Skip to main content

Lelaki : Aurora, Sebuah Nama

http://politesocietymagazine.com/blog/wp-content/uploads/2012/10/fotos_de_aurora-boreal.jpg
Sebut saja begitu, Aurora. Semburat warna-warna indah dilangit karena angin matahari. Dia muncul di utara dan selatan. Aurora berasal dari bahasa Yunani, untuk dewi Fajar. Sebegitu indahnya, sehingga ia berwujud seorang dewi.

Belakangan ini, Aurora muncul berkali-kali dilangitku. Membias diantara biru. Menyemburatkan warna-warna indah yang tidak terdefinisi. Mata ini,tak pernah lelah memandang. Meski leher sesekali sakit karena terlalu sering tengadah. Namun, reaksi pertama ketika dia muncul selalu sama. Mulut menganga lebar menyaksikannya. Takjub.

Pada suatu hari, aku mendapati dia bicara kepadaku. Ini bukan mimpi. Aku tidak mabuk. Berhalusinasipun tidak. Cukup sadar aku membedakan letusan petasan dan rintihan nyamuk yang terbang ditelinga. Cukup sadar mengerti bahasa semut yang kelaparan karena sarangnya diganggu oleh manusia.

" Tuan, kenapa terus memandangi aku begitu," kata Aurora, diantara deru angin yang kencang. Menerbangkan aku yang semakin lama semakin jauh mengawang.

" Apa, kau benar dewi Fajar yang sering dibilang orang? Apa kau Aurora?"

" Begitulah. Aku Aurora. Kenapa kau terlihat begitu takjub? Apakah ada yang aneh dengan diriku?"

Aku terdiam.

Kemudian dia melanjutkan ucapannya, " Aku terus-terusan risih, kau pandangi seperti itu. Kamu kelihatanya sangat kagum kepadaku. Tapi jangan kuatir, bukan hanya kamu saja yang begitu. Ada miliaran orang dibawah sana yang serupa dengan mu. Memandang ku dengan kagum, namun tidak bisa memilikiku. Aku hanya milikku sendiri, Tuan. Bukan kepunyaan siapa-siapa."

" Apa kau tidak pernah kesepian? Sendiri mengawang dilangit jauh, tanpa ada teman?" aku penasaran.

" Ah, apakah tuan ingin menjadi kawanku?" katanya sedikit berbinar. Aku targugu, benarkah aku mau menjadi kawannya? Bukan yang lain..

" Tapi, jangan salah sangka, Tuan," lanjutnya, " Pertemuan kita baru beberapa detik, jadi jangan terlalu berharap. Tubuhku panas, dibalik keindahan yang kau lihat dari bawah. Warna-warnaku membakar. Jangankan untuk menyentuhku, mendekat pun, belum ada yang bisa. Jadi, mari kita bicara dalam jarak yang aman saja, agar kau tidak perlu merasa panas dan terbakar oleh ku," lanjutnya.

bersambung (bmkr/1303)

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny