Skip to main content

Lelaki : Sepotong Afrika di Baluran


Tak pernah menyangka, kesini akhirnya kaki melangkah. Pada dataran sabana hijau kecoklatan yang membantang luas didepan mata. Sebuah gunung menjulang, menembus kabut tipis yang terbang rendah, membelai tajuk-tajuk pohon yang rapat. Dari menara pandang ini, saya menyaksikan sebuah atraksi bentang alam yang sungguh mempesona. Nun jauh dikejauhan, dalam balutan kabut dan awan-awan putih, beberapa pucuk gunung menerobos menyangga langit. Dan pada sisi yang lainnya, batas lautan menyeruak samar, dalam tenangnya pagi yang mistis.
 
Inilah, Baluran yang mahsyur itu. Taman Nasional yang terkenal dengan Banteng dan Kerbau Liarnya. Afrika yang terpecah dan terdampar di ujung timur pulau Jawa, seloroh kawan saya seperjalanan.
 
Ketika malam kemarin kami sampai disini, gelap menyelimuti perjalanan kami. Udara pengap. Kerapatan pepohonan yang mencengkram. Bayangan batang-batang besar dikejauhan, lebih seperti monster-monster yang keluar dari persembunyian mereka dan dengan lahap akan memangsa kami, yang menumpang mobil pick up dari pintu depan. Dan perjalanan ini, menjadi tegang setengah mati, ketika beberapa kali, mobil mogok dalam pekat hutan yang gulita. Entah dimana ujung gelap ini, batinku. Namun, rasanya dua belas kilo meter dari pintu masuk Batangan menuju penginapan kami di Bekol, seperti lelucon yang dibuat untuk menyenangkan pengunjung saja. Jauh betul rasanya. Dalam gelap, kami mendengarkan deru mobil saja. Dan ketika beberapa ekor kerbau terlihat disisi jalan, mulut menganga dengan lebar.
 
Melihat Baluran di pagi hari, rasanya lebih menyenangkan. Hamparan sabana yang luas terbentang. Sementara Macacca liar bergelayutan dipohon-pohon sekitar pondok penginapan kami. Jumlahnya, ratusan mungkin. Mereka sibuk menghabiskan waktu pagi dengan kegiatan masing-masing. Beberapa masih bayi, menggelayut manja pada sang induk. Merak, adalah juga hewan liar yang bisa dengan mudah kita dapati disini. Jangan tanya, dari mana asalnya. Tetiba saja, beberapa ekor merak muncul di sabana. Warnanya yang kebiruan campur hijau tua yang elok, dengan santai mencari makan di sekitar Sabana.
 
Bekol, nama sabana itu, merupakan satu dari sekian atraksi menarik di Baluran. Cobalah bersafari dengan berjalan tiga kilo meter menembus Sabana. Melewatinya, seperti sebuah perjalanan yang mendebarkan. Pepohonan lebat dikanan kiri jalan, seperti sebuah misteri yang tidak terpecahkan. Apalagi, ketika sore hari, ratusan rusa dan kijang merumput dalam jarak hanya sekitar sepuluh meter dari jalanan. Dengar kan bunyi mereka yang saling bersahutan, karena merasa ada mahluk asing mengawasi. Tampang-tampang yang lucu, muncul dari rerimbunan, menegakkan telinga mereka dan memandang lekat-lekat ke arah jalanan. Ayam hutan yang berbulu sangat elok, juga menjadi santapan mata. Belum lagi, burung-burung, yang entah berapa jenis kami temui. Terbang bebas dalam kharisma nya masing-masing. Merdu saling bersahutan, meski udara sangat panas.
 
Pantai Bama yang tenang sudah menanti. Ini bukan pantai dengan ombak yang hebat. Tenang, seperti pertapa. Meski tidak terlalu cantik, pantai ini menjadi tempat yang cukup enak untuk keluar dari kebisingan. Dan dengan berjalan lima menit dari pantai, ada sebuah dermaga menembus hutan mangrove yang sangat mempesona. Air tenang, dengan ikan-ikan kecil yang cantik, kelebatan hutan bakau yang mempesona, rasanya membuat Baluran menjadi lengkap.
 
Baluran dengan Sabana dan segala isinya, seperti sepotong Afrika yang terbang ke timur Jawa. (BMKR/0613)
all photo by @boimakar
 
 


Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny