Dalam kesendirian, manusia, konon berfikir lebih jernih. Membiarkan kapasitas dan energi yang mengaliri syaraf otak bekerja lebih maksimal. Tanpa interupsi. Semua berjalan autopilot, tanpa ada komando yang melarang atau mengelabui.
Sebuah tenda lusuh, hampir roboh tersembunyi dibalik semak-semak yang rimbun. Dari jalan setapak yang biasa dilalui orang, mustahil melihat tenda tenda hijau tua dengan motif loreng ini. Aku mendekat. Tenda itu seperti kosong. Bukan baru. Tapi sudah beberapa lama.
---
Aku terbangun ditendaku, ketika kicau burung riuh bernyanyi. Udara masih terasa amat dingin membuat dinding-dinding tendaku berembun. Sebagian airnya menetes-netes sisa hujan yang jatuh dari dedaunan. Api unggun yang semalam menyala menghangatkan, sudah betul-betul padam. Menyisakan abu kehitaman yang halus, yang sesekali beterbangan disapu angin pagi. Lelaki itu pasti kembali ketendanya ketika aku tertidur.
Diantara dedaunan kering didepannya, aku melihat sebilah belati penuh karat tergeletak. Pasti milik Lelaki itu, pikirku. Nanti saja, setelah berkemas aku akan kebawah mencarinya. Aku ingat ucapannya, bahwa tendanya tidak jauh sebelum jembatan dekat semak.
Dalam kesunyian pagi, aku bergegas membereskan semua peralatanku. Melipat sleeping bag dan tenda mungilku, kemudian mengaturnya dalam carrier. Aku menuangkan sebotol air terakhir dari dalam tas ke panci masak. Secangkir kopi akan sangat membantuku berseangat dipagi ini. Pikiranku mengembara. Setelah mendengarkan cerita dari Lelaki itu tentang apa yang ada diseberang. Sebuah danau yang indah tempat para bidadari. Aku tau, itu hanya kiasan. Namun, tetap saja aku ingin pergi kesana.
Melakukan perjalanan seorang diri, sudah pernah ku lakukan sebelumnya. Di sebuah gunung, aku harus menghadapi badai kabut yang ganas. Di gunung yang lain, aku berlari diantera hutan pinus yang hangus terbakar. Menghindari gerombolan monyet-monyet lapar yang menyerang dengan ganas atau tersesat diantara jalur kereta di pertambangan emas tua. Semua memberikan pengalaman sendiri buatku.
Aku melirik jam tangan dipergelanganku. Pukul tujuh kurang sembilan menit. Aku bergegas, Meninggalkan barang-barangku dalam posisi tersembunyi. Menenteng belati penuh karat itu menyusur jalan setapak kebawah. Jalanan licin karena embun pagi yang belum lagi kering. Aku berlari kecil, hingga melihat ujung jembatan bambu tempat pertama kali kami berjumpa. Kupercepat langkah menuju ke seberang. Dugaan ku benar, sungai itu berada jauh di bawah jembatan. Lebih dari dua puluh meter, perkiraanku. Aku bergidik membayangkan, kalau saja malam itu aku tetap berlari dan jembatan ini ambruk. Jika tidak karena Lelaki itu, aku mungkin sudah akan berlari dan membuat kekacauan. Ah, pada saat ini aku baru mengerti.
Aku memeriksa sekeliling tenda itu. Tak ada tanda-tanda keberadaan seorang pun disini. Jika dari kondisinya yang sudah koyak disana-sini, tenda ini sudah pasti ditinggalkan dalam waktu cukup lama. Aku memeriksa kedalam, sepasang sepatu tergeletak di atas matras. Tidak ada carrier atau sleeping bag.
Dimana tenda mu sebenarnya, aku berpikir. Waktu di jam tanganku menunjukkan pukul sembilan lebih dua belas menit. Aku melangkah keluar dari semak menuju jalan setapak. Bergegas cepat melintasi jembatan menuju tempat kusembunyikan barang-barangku. Belati itu, masih tersimpan disakuku.
Lalu, dimana kiranya Lelaki itu berada? Apakah dia sudah mendahului aku menuju danau yang indah itu?
Perjalanan ini, masih akan terus berlanjut.
image https://www.needpix.com/photo/322525/old-tent-forest-camp-forget-lapsed-pollution-broken-leave
---
Aku terbangun ditendaku, ketika kicau burung riuh bernyanyi. Udara masih terasa amat dingin membuat dinding-dinding tendaku berembun. Sebagian airnya menetes-netes sisa hujan yang jatuh dari dedaunan. Api unggun yang semalam menyala menghangatkan, sudah betul-betul padam. Menyisakan abu kehitaman yang halus, yang sesekali beterbangan disapu angin pagi. Lelaki itu pasti kembali ketendanya ketika aku tertidur.
Diantara dedaunan kering didepannya, aku melihat sebilah belati penuh karat tergeletak. Pasti milik Lelaki itu, pikirku. Nanti saja, setelah berkemas aku akan kebawah mencarinya. Aku ingat ucapannya, bahwa tendanya tidak jauh sebelum jembatan dekat semak.
Dalam kesunyian pagi, aku bergegas membereskan semua peralatanku. Melipat sleeping bag dan tenda mungilku, kemudian mengaturnya dalam carrier. Aku menuangkan sebotol air terakhir dari dalam tas ke panci masak. Secangkir kopi akan sangat membantuku berseangat dipagi ini. Pikiranku mengembara. Setelah mendengarkan cerita dari Lelaki itu tentang apa yang ada diseberang. Sebuah danau yang indah tempat para bidadari. Aku tau, itu hanya kiasan. Namun, tetap saja aku ingin pergi kesana.
Melakukan perjalanan seorang diri, sudah pernah ku lakukan sebelumnya. Di sebuah gunung, aku harus menghadapi badai kabut yang ganas. Di gunung yang lain, aku berlari diantera hutan pinus yang hangus terbakar. Menghindari gerombolan monyet-monyet lapar yang menyerang dengan ganas atau tersesat diantara jalur kereta di pertambangan emas tua. Semua memberikan pengalaman sendiri buatku.
Aku melirik jam tangan dipergelanganku. Pukul tujuh kurang sembilan menit. Aku bergegas, Meninggalkan barang-barangku dalam posisi tersembunyi. Menenteng belati penuh karat itu menyusur jalan setapak kebawah. Jalanan licin karena embun pagi yang belum lagi kering. Aku berlari kecil, hingga melihat ujung jembatan bambu tempat pertama kali kami berjumpa. Kupercepat langkah menuju ke seberang. Dugaan ku benar, sungai itu berada jauh di bawah jembatan. Lebih dari dua puluh meter, perkiraanku. Aku bergidik membayangkan, kalau saja malam itu aku tetap berlari dan jembatan ini ambruk. Jika tidak karena Lelaki itu, aku mungkin sudah akan berlari dan membuat kekacauan. Ah, pada saat ini aku baru mengerti.
Aku memeriksa sekeliling tenda itu. Tak ada tanda-tanda keberadaan seorang pun disini. Jika dari kondisinya yang sudah koyak disana-sini, tenda ini sudah pasti ditinggalkan dalam waktu cukup lama. Aku memeriksa kedalam, sepasang sepatu tergeletak di atas matras. Tidak ada carrier atau sleeping bag.
Dimana tenda mu sebenarnya, aku berpikir. Waktu di jam tanganku menunjukkan pukul sembilan lebih dua belas menit. Aku melangkah keluar dari semak menuju jalan setapak. Bergegas cepat melintasi jembatan menuju tempat kusembunyikan barang-barangku. Belati itu, masih tersimpan disakuku.
Lalu, dimana kiranya Lelaki itu berada? Apakah dia sudah mendahului aku menuju danau yang indah itu?
Perjalanan ini, masih akan terus berlanjut.
image https://www.needpix.com/photo/322525/old-tent-forest-camp-forget-lapsed-pollution-broken-leave
Comments
Post a Comment