Skip to main content

Ciseeng, Suatu Ketika




Pemandian Ciseeng, terletak kurang lebih 5 KM dari terminal Parung. Lokasinya cukup mudah di jangkau dengan kendaraan umum, ataupun dengan kendaraan pribadi.
Pelataran parkirnya cukup luas. Untuk kendaraan roda dua dikenakan tarif Rp. 2.000,- saja.
Ada dua tempat pemandian yang umum dikunjungi. Pertama pemandian yang sudah ditata dengan rapi, ada di sebelah timur. Kami tidak masuk ke sini hari ini. Disini, pengunjung dikenakan tarif Rp.4.000,- untuk tiket masuk. Dan didalam. bisa menikmati fasilitas outbond dan lain-lain. JIka mau mandi air panas, terdapat kamar-kamar mandi yang sudah ditata rapi. Tarifnya, tentu harus bayar lagi.
Kami memilih yang kedua, letaknya berada dibelakang atau di sebelah barat lokasi parkir. Jalan masuknya, berada pada samping paling kanan atau paling kiri deretan warung-warung, disamping sebuah loket penjual tiket yang sudah tidak berfungsi.
Di jalan masuk, kami di "palak" oleh seorang ibu penjaga warung yang meminta Rp.2.000,- untuk satu orang jika mau berkunjung ke atas. jalan menuju keatas rellatif mudah. Alang-alang timbuh subur sebatas pinggang. Mendaki sekitar 10 meter, kami sudah sampai di lokasi. Ada beberapa goa kars yang habis di coret-coret tangan-tangan jahil.
Lokasi tempat mandi di bagi menjadi beberapa bagian. Paling atas, ada dua kolam yang kami pakai seharian. Meski bersusun, ternyata kolam-kolam itu mempunyai sumber mata air yang berbeda. Jadi mandi dimanapun, tetap dari sumber alamnya.

Ongkosnya Rp.5.000,- untuk sekali mandi. Kata pak Pepen, dan Kong Surya, mertuanya, lokasi ini sudah ada dari jaman penjajahan Belanda. Disini, dahulu orang setempat biasa membuat garam. Air tidak hanya mengandung sulfur, juga terasa asin. Orang yang datang kesini juga macam-macam tujuannya. Terapi berbagai macam penyakit. Malah, sempat ada yang terkena stroke, dan bisa disembuhkan dengan terapi air panas disini.

Kami memilih lokasi paling atas. Tempatnya masih sepi. jadi, kami bisa bebas berlama-lama disini. hmm..nyaman rasanya. Mandi langsung dari kolam air panas yang alami.
photo by Nokia N73

Comments

  1. besok kl k sini lagi aku diajakin downg cinta...

    ReplyDelete
  2. set dahhh....hahahah..faries!!!...lo yg OK napa pose nya....udah kaya orang bengong aja..lg ngliatin ayam betelor ini mah....

    ReplyDelete
  3. halah halahh....ni orng bedua...gaya nya udah ky model aja serasa yaa...serasa ga ada beban ya...lepaaaaaaaaaaassss

    ReplyDelete
  4. kolam2nya terbuka (open air) semu aya Im? ngk ada yg tertutup ya?? *mupeng sbnrnya*......

    ReplyDelete
  5. yaa..gitu deh, open air .. mandi nya enak loh...mpe blenger juga bisa ... sepuas nya~

    ReplyDelete
  6. wahahahh....dia mah bukan orang susah...posenya aja yang agak susah!!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny