Skip to main content

Lelaki, Hobby dan Masa Muda


Siang itu, Lelaki harus bergegas cepat meninggalkan pekerjaannya. Ijin kepala sudah dikantongi. Jadi aman saja melangkah meninggalkan pagar berbentuk jeruji berwarna biru depan kantornya. Mungkin yang lain iri melihat Lelaki yang tiap kali mendapatkan ijin pergi berhari-hari. Namun, pada masa ini, memanglah sangat penting baginya untuk segerapa pulang kerumah. Ini adalah persiapan terakhir untuk menemui kawan-kawannya yang sudah lebih dulu datang ke Jambore Petualang Indonesia.

Hari masih pagi sekali. Jam enam kurang. Langit cerah dan matahari, yang sinarnya malu-malu, menembus kabut-kabut tipis dipelataran sebuah gunung kecil di sebelah timur. Damai betul tempat ini. Ada danau kecil berisi ikan-ikan manis dan teratai yang sedang berbunga indah. Meski tidak berbau, tapi rupa warna pink nya membuat suasana menjadi lebih ceria. Semarak. Tenda-tenda beraneka warna dan ukuran, sudah pun terpasung dengan rapi pada seberang danau tadi. Lokasi khusus panitia. Masa itu, sudah ramai teman-teman yang bedatangan sebagai bagian dari panitia kegiatan, yang masih esok berlangsung. Hari ini, konsolidasi terakhir dan persiapan paripurna, demi menyambun semua peserta dari berbagai belahan Indonesia. Se Indonesia?

Benar. Pesertanya tidak hanya dari Jawa saja. Bali, Lomobok, Sulawesi, Kalimantan, Aceh, Medan, padang, Palembang, Lampung dan seluruh Jawa. Perhelatan akbar yang baru kali ini diselenggarakan. Tajuk nya saja Jambore Petualang Indonesia, boleh jadi yang datang adalah para penggiat alam bebas yang memang menyebar dari sabang sampai merauke. Bahkan, kawan dari mancanegara pun, ternyata ikut pula, dari Malaysia, Singapura, dan seorang kawan yang berdomisili di Kuwait, terbang jauh-jauh dari negara minyak itu, untuk sekedar ikut JPI. Wah, gaungnya sampai ke negeri seberang.

Buat lelaki, kegiatan ini memang bukan yang pertama kali diikuti. Hanya saja, menjadi bahagian dari panitia, tentu saja berbeda dengan menjadi peserta. Tak hanya tenanga yang tercurah, pikiran dan emosi di peras sampai ke titik nadir. Habis. Malah, sengaja dihabiskan sebelum kegiatan berlangsung, hingga nanti, hanya ada senyum yang keluar dari raut air muka.

Pelaksanaan hari Jambore meriah betul. Ribuan orang mengikuti kegiatan yang diminati sendiri-sendiri. Ada teknik photography alam bebas, survival, sepeda gunung, interpretasi hutan, interpretasi tanaman obat, mountenering, jurnalistik, trekking habitat satwa ular, keluarga petualang, lengkap betul. Semua peserta yang berasal dari seluruh nusantara berkumpul dengan tawa ceria dan ilmu yang bertambah banyak mengisi otak. Tidak main-main pula, nara sumber dan interpretener di "comot" dari tempat-tempat yang memang sudah pakar. Jadi ilmu yang diterima langsung dari pakarnya, bukan dari yang lain.

Lelaki memakai kaos panitia berwarna abu-abu. Sama dengan interpretner, media, dan pengisi acara. Peserta dengan kaos warna hitam. Name tag, dibedakan dengan tali, selain tulisan "peserta" dan "panitia".

Malamnya, lebih aduhai. Meski dingin mencapai 5 derajat celcius, tapi tidak mengurungkan minat para orang petualang itu untuk mengerumuni panggung. Tarian tradisional Jawa Barat, lokasi tempat diadakannya kegiatan, membuka acara. Tarian aduhai dengan penari yang lincah dan centil. Membawakan tarian tradisional yang bercampur musik komtemporer. Sungguh menggugah kehangatan malam yang dingin menusuk. Disudut luar, ada bajigur dan makanan dibagikan gratis. Hangat-hangat-hangat. Belum lagi, film yang diputar pada layar putih, membuat semua mata terpukau. Film tentang perubahan iklim dan film tentang keganasan manusia terhadap lingkungan.

Beranjak malam, bintang-bintang petualang Indonesia bermunculan kepanggung. Dua perempuan yang menjadi host petualangan di televisi muncul didampingi oleh seorang lelaki yang juga sama saja. Bincang-bincang dan bagi-bagi hadiah. Belum lagi, petualang-petualang senior dan duta lingkungan menambah semarak.

Esok harinya sama pula. Macam-macam kegiatan sudah digelar dari pagi. Penanaman pohon-pohon eukaliptus yang hampir 1000 batang. Kemudian acara hiburan perlombaan. Semua senang, dan semua dapat hadiah. Lengkap betul nampaknya. Lelaki hanya bisa jadi penonton.

Entah dari mana hasrat bertualang Lelaki berasal. Tidak tahu pula, kapan dan tanggal berapa pastinya. Yang jelas, dari masa sekolah lanjutan, sudah lah Lelaki ikut bertualang dengan kawan-kawan masa kecil. Masa remaja sama saja. Mendaki gunung, ke laut, ke pantai, ke pulau, kemping, semuanya pernah. Memang, ketika hobi sudah mendarah-daging, apapun rela dilakukan untuk menekuninya. Tidak terkeculai omelan dari orang tua, pernah juga singgah ditelinga. Tak ada uang saku, tak punya peralatan, tak masalah. Masa itu, pinjam kanan kiri pasti dilakukan. Asal kata bisa pergi berpetualang, semuanya sah dan halal saja nampaknya. Tapi tidak mencuri dan berbuat lalim. Tentu saja.

Seyogyanya anak muda, keinginan untuk dilihat dan didengar menjadi sangat dominan. Hasrat untuk menunjukkan diri sendiri dan meneriakkan keras-keras namanya, hingga bisa dibanggakan orang-orang, menjadi penyulut yang mujarab dari hati yang berapi-api. Tidak mudah menyalurkan bara nafsu yang masa itu meledak-ledak. Salah sedikit, akan menjadi bumerang dan melukai diri sendiri. Namun, kearifan diri dan lingkungan yang dipilih bisa menjadi penangkal yang ampuh.

Masa muda
Mungkin kita seringkali melihat di televisi dan koran-koran tentang perbuatan anak-anak muda yang mengarah kepada anarkis, brutalisme, dan perbuatan tercela. Kriminal menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan anak muda sekarang. Jangan kata di jalanan, yang memang banyak diisi oleh anak-anak putus sekolah, dan karena tuntutan ekonomi menjadi pengamen atau pencopet, di sekolah lanjutan dan di kampus kampus, acapkali kita jumpai, batu-batu beterbangan, menghantarkan luapan emosi dan amarah. Meski, bukan semata-mata idealisme pribadi, tapi lebih karena solideritas sosial sesama teman.

Ledakan emosi dan keinginan untuk didengar ini, kemudian disalurkan dalam bermacam cara oleh generasi muda. Obat-obatan terlarang menjadi gampang ditemui. Kehidupan malam menjadi teman untuk diakrabi. Efeknya, tidak jarang mereka harus berbulan bertahun dalam dekapan jeruji besi dan lantai dingin lembaga pemasyarakatan. Meski, tentu saja tidak semuanya begitu. Masih banyak generasi muda berprestasi dan bisa mengharumkan nama bangsa dimata orang-orang Internasional. Juara Catur intenasional, juara lomba sains dan kimia, matematika, menyanyi dan menari. Sampai robot juga ada. Semuanya karena anak muda. Yang tua hanya menjadi penonton dan pembimbing, ide dan caranya tetap anak muda yang berkarya.

Kalau dilihat sekilas, memang kontras, sebab banyak betul jeleknya anak-anak muda. Namun, jangan berpandangan sempit dulu. Tak boleh melihat semut diseberang lautan kemudian berteriak, warnanya hitam. Sementara mata sedang tertutup seekor gajah. Ibaratnya begitu. Kebaikan sebesar batu selalu tidak digubris, sementara cela sebesar debu, selalu dibilang kotor.

Yang jadi pertanyaan selanjutnya, kenapa perbedaan kontras itu bisa terjadi pada masa muda anak-anak seperti mereka? Apa faktor pemicunya?

Sebuah gambaran positif anak-anak muda tertuang dalam JPI, lalu berapa banyak gambaran anak-anak yang kurang positif, meski terjemahan kurang positif sendiri menjadi kabur dan kurang positif, akan mengemuka? Apakah perbuatan anak-anak Cengkareng yang bermain dengan uang logam yang dipelintirkan dimeja, kemudian dianggap judi, dan jadilah mereka penghuni kamar sempit di penjara. Ataukah, kasus aborsi seorang siswi SMP di Jawa Tengah, yang terlanjur hamil oleh pacarnya?

Masa muda memang sangat menyenangkan. Apapun bisa terjadi. Yang lebih tua, biasanya akan berfikir lebih banyak, namun yang muda, akan berbuat lebih banyak. Jadi, berbuatlah kawan-kawanku. Lelaki, selalu berusaha berbuat demi hidup yang cuma sebentar. (bmkr 8/09)

Comments

  1. mantap gan...
    keren deh tulisanya om boim.. sangat menginspirasikan. :)

    ReplyDelete
  2. tengs kang...
    memulai kembali yang sudah lama ditinggalkan...
    susah... :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny