Ada dua peristiwa penting terjadi dalam bulan ini. Sebetulnya ada tiga, namun karena yang tpertama ini terjadi setiap tahun, maka tidak masuk hitungan.
Yang pertama pasti semua sudah menduga. Ramadhan. bulan suci umat Islam. Semua orang dijagat raya menyambut kedatangannya dengan suka cita, dengan berseri seri, dengan tangis haru dan kebanggaan sudah bisa bebas dari sebelas bulan penuh cobaan. Dan di Ramadhan, kita menjadi tempat curahan bonus pahala, bahkan untuk sesuatu yang tidak kita sadari. Ramadhan menjadi peristiwa penting pertama yang sudah pernah dibahas ditulisan sebelumnya.
Dua terakhir berkaitan dengan pemenuhan hasrat para penggiat alam bebas yang mempertanyakan tentang melambungnya tiket masuk Taman Nasional GUnung Gede Pangrango di Jawa Barat.
Gunung yang menjadi target pendakian dan menjadi gunung yang paling ramai didaki ini, kemudian menjelma menjadi gunung mewah dengan peraturan baru yang sangat mencengangkan. Betapa tidak, indikasi yang sangat gampang adalah tiket masuk pendakian dan kunjungan ke air terjun cibereum.
Untuk pendakian yang semula hanya menetapkan tarif Rp. 7.000,- perkepala sekali masuk untuk dua hari satu malam, berubah menjadi Rp. 325.ooo. Wah, lumayan bukan bedanya. Ini untuk pendaki dalam negeri alias orang pribumi. Untuk orang asing, tarifnya bisa berbeda beberapa ratus ribu. Kemudian, diharuskannya kita menyewa interpretener dan porter seharga Rp.225.ooo. Belum selesai disitu, adanya test tulis sebelum pendakian juga berlaku mulai tanggal 1 September 2009. Sedangkan, untuk tarif mengunjungi Air Terjun Cibereum, yang semula bertarif Rp. 3000, menjadi Rp. 175.000,- untuk sekali jalan. Lumayan bukan?
Perdebatan sengit terjadi di beberapa media online Indonesia. Millist menjadi tempat yang mumpuni, untuk mengeluarkan unek-unek yang terpendam. Kemarahan, kebencian, dan rasa kecewa yang mendalam, karena hal ini, tumpah ruah jadi satu di millist. Sebut saja, misalnya, millist Pendaki Indonesia, Millist Jejak Petualang, High Camp, Pangrango dan beberapa millist yang menjadi tumpahan uneg-uneg itu.
Pro kontra itu kemudian berkembang sangat cepat. Dalih TNGGP memang baik, memulihkan kawasan taman nasional, yang pada beberapa tahun yang lalu, di cap sebagai gunung yang terjelek dan terkotor oleh dunia. Wah, kita bisa bayangkan, jika dalam setahun dan 9 bulan dibuka, Gunung Gede Pangrango bisa di daki setiap hari. Itu artinya, ada 270 hari dan jika satu hari kuota yang 600 orang, maka ada sekitar 162.000 orang yang mendaki dalam setahun. Ini, tentu saja untuk hitungan legal. Anggap saja, satu orang membawa 5 bungkus makanan dan 3 botol air mineral, dan yang di bawa pulang adalah 4 bungkus dan 2 botol. Bisa dipastikan, GGP merupakan kawasan kumuh dan kotor.
Pelestarian lingkungan ini juga terjadi di beberapa kawasan yang lain. TNGSH juga memberlakukan hal yang sama. Konservasi sedang digalakkan di setiap sisi kehidupan masyarakat penunjang taman nasional.
Dan beberapa hari yang lalu, peristiwa penting kedua terjadi. Gempa berkekuatan 7.3 SR, mengguncang Jawa. Pusat gempa terjadi di Tasik Malaya. Namun, bisa dirasakan hampir di seluruh pulau jawa sampai bali. Wah, besar betul. Turki, pernah luluh lantak karena gempa dengan kekuatan sama pada 1999. Dan Aceh, hampir tenggelam oleh Tsunami pada 2004. Dan kali ini, longsor besar terjadi di Cianjur.
Dampak kerusakan nya dirasakan oleh masyarakat jawa barat dan jawa tengah. Cianjur, Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Cilacap dan beberapa kota besar lain di Jawa. Jakarta sendiri berguncang. Ribuan orang panik di pusat perbelanjaan dan berhamburan keluar di pusat-pusat perkantoran. Dampak psikologis setelah ledakan Bom Marriot dan Ritz Carton, masih membuat shok beberapa orang di Kuningan. Mereka pingsan, menyangka ini adalah ledakan bom juga.
Apa hubungan antara peristiwa kedua dan ketiga?
Secara korelasi langsung memang tidak ada. Namun, yang jadi penjabaran luas kemudian yaitu, bahwa para penggiat alam bebas, yang biasanya tanggap, lebih memilih bersuara lantang didepan layar komputer dan menarikan jari menyumpahi kebijakan taman nasional. Sedangkan, saudara-saudara kita terkapar dan kedinginan karena gempa.
Sangat disayangkan, pada hari itu, status facebook, semuanya berduka, dan memperi informasi bercepat-cepat. Status terupdate hampir setiap menit. Namun, rupanya itu hanya keperihatinan berbasis internet. Tidak ada satupun dari mereka yang merespon ketika diajak untuk menyumbang. Mereka lebih asyik berdebat dan berpendapat tentang kebijakan baru Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Yang pertama pasti semua sudah menduga. Ramadhan. bulan suci umat Islam. Semua orang dijagat raya menyambut kedatangannya dengan suka cita, dengan berseri seri, dengan tangis haru dan kebanggaan sudah bisa bebas dari sebelas bulan penuh cobaan. Dan di Ramadhan, kita menjadi tempat curahan bonus pahala, bahkan untuk sesuatu yang tidak kita sadari. Ramadhan menjadi peristiwa penting pertama yang sudah pernah dibahas ditulisan sebelumnya.
Dua terakhir berkaitan dengan pemenuhan hasrat para penggiat alam bebas yang mempertanyakan tentang melambungnya tiket masuk Taman Nasional GUnung Gede Pangrango di Jawa Barat.
Gunung yang menjadi target pendakian dan menjadi gunung yang paling ramai didaki ini, kemudian menjelma menjadi gunung mewah dengan peraturan baru yang sangat mencengangkan. Betapa tidak, indikasi yang sangat gampang adalah tiket masuk pendakian dan kunjungan ke air terjun cibereum.
Untuk pendakian yang semula hanya menetapkan tarif Rp. 7.000,- perkepala sekali masuk untuk dua hari satu malam, berubah menjadi Rp. 325.ooo. Wah, lumayan bukan bedanya. Ini untuk pendaki dalam negeri alias orang pribumi. Untuk orang asing, tarifnya bisa berbeda beberapa ratus ribu. Kemudian, diharuskannya kita menyewa interpretener dan porter seharga Rp.225.ooo. Belum selesai disitu, adanya test tulis sebelum pendakian juga berlaku mulai tanggal 1 September 2009. Sedangkan, untuk tarif mengunjungi Air Terjun Cibereum, yang semula bertarif Rp. 3000, menjadi Rp. 175.000,- untuk sekali jalan. Lumayan bukan?
Perdebatan sengit terjadi di beberapa media online Indonesia. Millist menjadi tempat yang mumpuni, untuk mengeluarkan unek-unek yang terpendam. Kemarahan, kebencian, dan rasa kecewa yang mendalam, karena hal ini, tumpah ruah jadi satu di millist. Sebut saja, misalnya, millist Pendaki Indonesia, Millist Jejak Petualang, High Camp, Pangrango dan beberapa millist yang menjadi tumpahan uneg-uneg itu.
Pro kontra itu kemudian berkembang sangat cepat. Dalih TNGGP memang baik, memulihkan kawasan taman nasional, yang pada beberapa tahun yang lalu, di cap sebagai gunung yang terjelek dan terkotor oleh dunia. Wah, kita bisa bayangkan, jika dalam setahun dan 9 bulan dibuka, Gunung Gede Pangrango bisa di daki setiap hari. Itu artinya, ada 270 hari dan jika satu hari kuota yang 600 orang, maka ada sekitar 162.000 orang yang mendaki dalam setahun. Ini, tentu saja untuk hitungan legal. Anggap saja, satu orang membawa 5 bungkus makanan dan 3 botol air mineral, dan yang di bawa pulang adalah 4 bungkus dan 2 botol. Bisa dipastikan, GGP merupakan kawasan kumuh dan kotor.
Pelestarian lingkungan ini juga terjadi di beberapa kawasan yang lain. TNGSH juga memberlakukan hal yang sama. Konservasi sedang digalakkan di setiap sisi kehidupan masyarakat penunjang taman nasional.
Dan beberapa hari yang lalu, peristiwa penting kedua terjadi. Gempa berkekuatan 7.3 SR, mengguncang Jawa. Pusat gempa terjadi di Tasik Malaya. Namun, bisa dirasakan hampir di seluruh pulau jawa sampai bali. Wah, besar betul. Turki, pernah luluh lantak karena gempa dengan kekuatan sama pada 1999. Dan Aceh, hampir tenggelam oleh Tsunami pada 2004. Dan kali ini, longsor besar terjadi di Cianjur.
Dampak kerusakan nya dirasakan oleh masyarakat jawa barat dan jawa tengah. Cianjur, Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Cilacap dan beberapa kota besar lain di Jawa. Jakarta sendiri berguncang. Ribuan orang panik di pusat perbelanjaan dan berhamburan keluar di pusat-pusat perkantoran. Dampak psikologis setelah ledakan Bom Marriot dan Ritz Carton, masih membuat shok beberapa orang di Kuningan. Mereka pingsan, menyangka ini adalah ledakan bom juga.
Apa hubungan antara peristiwa kedua dan ketiga?
Secara korelasi langsung memang tidak ada. Namun, yang jadi penjabaran luas kemudian yaitu, bahwa para penggiat alam bebas, yang biasanya tanggap, lebih memilih bersuara lantang didepan layar komputer dan menarikan jari menyumpahi kebijakan taman nasional. Sedangkan, saudara-saudara kita terkapar dan kedinginan karena gempa.
Sangat disayangkan, pada hari itu, status facebook, semuanya berduka, dan memperi informasi bercepat-cepat. Status terupdate hampir setiap menit. Namun, rupanya itu hanya keperihatinan berbasis internet. Tidak ada satupun dari mereka yang merespon ketika diajak untuk menyumbang. Mereka lebih asyik berdebat dan berpendapat tentang kebijakan baru Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Comments
Post a Comment