Separuh agamamu ada di ibadah Haji.
Begitulah senantiasa aku mendengar ucapan orang-orang tua pendahulu ku. Berhaji nampaknya selalu menarik buatku untuk menyimaknya.
Kejadiannya, bermula ketika sebuah buku berjudul "Hajj" yang aku lupa siapa pengarangnya, raib di curi bersama dengan dicurinya tas ku, beberapa tahun yang lalu. Dalam buku setebal lebih da
ri seratus halaman itu, dengan jelas di tuliskan risalah perjalanan haji dari hari ke hari. Nikmatnya ibdah di Masjidil Haram yang tekenal itu. Atau melawat dan berjiarah ke Makam Rasul di Madinah.
Ibadah haji, memang disuratkan untuk orang-orang yang mampu. Baik secara finansial, mental dan juga tentu saja fisik dan kesehatan yang prima. Bayangkan saja, lebih dari 20 hari, orang Indonesia yang yang tebiasa hidup dalam lingkungan tropis harus berjibaku dengan panas nya tanah arab, atau bahkan dingin yang menusuk disana. Itu adalah jihad dunia yang sangat besar. Jihad menahan segala keluh kesah dan kesusahan selama menghadapi ujian, dari sejak perjalanan hingga akhirnya kembali ketanah air dengan predikat baru di depan nama masing-masing. Ibadah hari, menjadi pembeda, kemudian. Pembeda strata sosial dimasyarakat, dan menjadi pembeda di mata Tuhan YME, tentu saja.
Secara finansial, ibadah haji memakan biaya yang tidak sedikit. Uang USD 3,000 bukan sedikit buat ukuran orang seperti saya. Jika di rupiahkan.hitungannya mejadi lebih dari 28 juta rupiah. Wah, besar juga yah. Namun, didalam hitungan yang besar itu, terdapat semu
a berkah dan rahasia Allah. Ada begitu banyak hal yang terdapat disana, keutamaan yang tidak akan didapati dari ibadah lain di dunia.
Kamampuan finansial itu, yang kemudian menjadi titik berat dilakukannya ibadah yang dilakukan setahun sekali itu. Jika Tuhan telah memanggil datang, seorang tukang bubur ayam keliling pun, ternyata bisa berangkat. Entah, penghasilan nya yang tidak lebih banyak dari seorang pekerja kantoran, ternyata mampu untuk membiayai perjalanan nya ke tanah suci. Atau seorang tukang ojek, dengan penghasilan 2o ribu rupiah bersih sehari. Dia dapat melangkah diantara ribuan orang yang bertawaf di tanah itu. Namun ada kalanya, seorang muslim dari ekonomi atas, ternyata belum juga mau berangkat kesana. Padahal, dia menghabiskan 50 juta untuk perjalanan sekeluarga berlibur ke sydney. Atau 25 juta, untuk bermalam
di hotel kelas mahal di Bali. Dengan rumah mentereng, dikawasan elit, dan beberapa buah mobil yang harganya lebih dari 500jt. Fantastis. Dengan penghasilan yang bisa dikatakan tidak sedikit.
Namun, panggilan itu ternyata tidak pernah datang kepada mereka. Atau, m
ereka ti
dak mau mendengarkan?
Iri betul rasanya, melihat para lelaki
dan wanita, memakai kain ikhram, hilir mudik sholat di Masjidil Haram. Iri betul rasanya, menyaksikan wajah-wajah ceria yang seoalah kembali disiram air surga, ketika mereka bertemu dengan sesama muslim dari seluruh dunia disana.
Meski, tentu saja, semua juga harus dibarengi dengan niat dan usaha yang keras untuk mewujudkan nya.
Kapan giliran saya, ya Tuhan. Melafalkan Labaik Allahuma Labaik, tepat didepan ka;bah. Kemudian mengunjungi persemaiaman Rasul. (bmakr1010)
Semangaaat bangbooo! emang sih kalo Allah berkehendak dan Allah udah manggil kita ke istanaNya, kita pasti akan datang, Allah memang yg merencanakan dan menakdirkan, tapi manusia tetap harus berusaha, ayoo bang kita bungnabungnabung yuuk :)
ReplyDeleteInsya Allah klo dateng waktunya, kita bakal kesana, semoga kita termasuk ke dalam hamba-hamba-Nya yang bisa sangat beruntung sempat mengunjungi istana-Nya itu. Amiinn.. :)