Skip to main content

Lelaki : Mendengarlah Lebih Banyak



Tidak ada satu penciptaan pun di dunia ini yang tidak terencana. Artinya, Tuhan Yang Maha Teliti, telah memperhitungkan setiap detail dalam penciptaan dunia ini. Apalagi yang menyangkut dengan manusia, si mahluk paling sempurna. Dibandingkan dengan binatang dan ciptaan lain, coba bayangkan apa ruginya menjadi manusia. Kalau jadi gajah, kita akan hidup di hutan saja dan di kebun binatang saja, itupun tergantung dari campur tangan manusia. Kalau jadi anjing, kita mengandalka
n juga belas kasih manusia. Meski urusan hidup sudah diatur, namu
n nyatanya, campur tangan manusia menjadi dominan dalam segala aspek.

Namun mengertikah kita ketika ternyata telinga kita dua dan hanya ada satu mulut. Seyogyanya, dua lebih berguna dari satu. Dua telinga, seyogyanya kita lebih banyak mendengar dari pada bicara. Banyak sekali peringatan dalam pepatah-pepatah yang kita dengar tentang bahayanya berbicara banyak atau terlalu banyak.

Mulut mu harimaumu.
Sosok harimau masih menjadi momok menakutkan dalam kehidupan. Hewan yang selalu buas, pemakan daging dan bisa membunuh apa saja. Meski keberadaan harimau di jaman sekarang ini, selalu mengkhawatirkan, karena perburuan dan lain-lain. Siapa yang melakukan itu, ya, manusia juga, si mahluk paling sempurna yang punya kemampuan multi untuk bisa dengan mudah melakukan hal-hal seperti itu.

Tau apa yang dibicarakan itu penting, dan tau kapan saat nya bicara itu labih penting. Ini yang lebih masuk akal. Jangan asal cuap-cuap, mengutarakan pendapat. Mengutarakan kemarahan, atau ngomel tidak tau ujung pangkalnya. Pernah seorang perempuan ngomel siang-siang,
panas-panas, dalam angkutan umum, hanya karena macet yang berpanjangan dan dia merasa panas. Wah, seandainya dia sadar, dengan kemarahan dan ngomelnya dia, tidak serta merta jalanan itu jadi lancar. Jadi rugi sekali energi nya terbuang untuk hal-hal yang tidak penting, saya pikir. Atau, ada seorang ibu, yang marah-marah karena di tinggal semua keluarganya untuk ke mall, sementara pada saat itu, ada tamu datang dan dia kesulitan membuka pagar. Walhasil, semua anggota keluarga nya di amuk. Bukan membuka pagarnya saja yang membuat dia kesar, namun perlakuan si tamu yang mengganggap dia seperti pembantu itu, yang lebih menyakitkan. Hingga kemarahan itu akhirnya harus disalurkan kepada semua anggota keluarganya.

Menjadi pendengar itu tidak sulit. Cukup duduk diam, dan biarkan seseorang yang, curhat dalam istilah sekarang, melakukan tugasnya. Meski kadang kita yang mendengar, merasa "gerah dan gatal" ingin mengomentari, atau memberi masukan, atau mungkin menyanggah dan berargumentasi, pembelaan diri dan semacamnya, namun jangan dilakukan. Menjadi pendengar itu tidak seperti menjadi sparing partner dalam tinju, ketika dipukul kita akan pukul balik.

Lelaki, pernah menyarankan kepada seorang teman yang setiap hari kelihatan gelisah, untuk bercerita. Meski dia bilang tidak tau dari mana harus mulai, dan sebetulnya, kalimat itulah yang menjadi awal dari setiap curhat, akhirnya, dua setengah jam dia bercerita tanpa komentar atau argumentasi. Hingga dia menarik nafas lega dan berkata, lapar.

Namun, sebagai mahluk sosial, tentu saja tidak mudah untuk hanya berperan sebagai mahluk pendengar. Kita, sudah di setting untuk bicara. Dan, pembenaran diri menjadi salah satu alasan klise dalam kehidupan sosial juga. Ketika seseorang curhat kepada kita, seberapa besar keinginan kita untuk tidak mengatakan, "kalau saya", atau "aku juga" atau "gue mah gak gitu", sehingga dia merasa orang yang paling benar dan sudah menempuh jalan yang paling benar. Meski, sering kali kita mendapati orang-orang semacam itu, curhat juga, dengan berderai air mata, dan lebih parah,

Mendengar, sering kali bisa menemukan hal-hal baru dalam pergaulan. Karakter seseorang, muncul dengan sendirinya dan mengalir mulus dari apa yang dia bicarakan. Tidak perlu mengenal orang berbulan tahun, kalau hanya ingin mengetahui seseorang itu punya kebiasaan apa, atau phobia apa. Dalam hitungan jam saja, kita sudah bisa tahu, asal tau caranya, kapan harus bicara dan llebih banyaklah mendengar. Tidak perlu berkawan sekost kalau hanya mau melihat kesombongan seseorang, dalam hitungan menit, akan nampak jelas menggelontor, orang yang senang pamer dan membanggakan diri. Pembual, pembohong, culas, penyabar, pengalah, penurut. Semuanya akan lancar keluar seperti tol saat tidak macet.

Jadi, mulailah belajar mendengar, jangan hanya jadi pembicara. Karena, tidak semua hal yang terlontar dari mulut kita adalah kebaikan dan menyenangkan orang lain. Seringkali, itu adalah luka dan hinaan buat yang lain. (bmkr,210)

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny