Skip to main content

Lelaki : Seriously Relationship


Saya pernah ditanya, apa sudah benar-benar sanggup untuk berada pada satu jembatan dengan orang yang saya kagumi. 
Kagum. Begitu gambaran paling singkat untuk memahami segala ketertarikan dengan sesuatu. Kita yang melongo dengan keindahan gedung-gedung di kota-kota besar dunia. Tercengang dengan panorama alam yang 
menakjubkan, yang tersaji lewat National Geography chanel di televisi, dan mengelus berkali-kali photo keindahan macu picu atau everest di majalah. Dengan teknologi informatika yang semakin hari semakin memanjakan jemari. Hanya dengan torehan ujung jari, dunia bisa dijelajahi. Kite terpesona dengan segala kemajuan jaman yang semakin membuat iri. 

Demikian pun dengan ketertarikan kita terhadap orang lain. Perasaan kagum mencuat terlebih dahulu dalam benak. Kenapa ada cinta pada pandangan pertama? Saya bahkan tidak percaya dengan hal itu. Pesona dan kekaguman, sering diartikan sebagai cinta. Kita kagum dengan kecantikan dan ketampanan seseorang, atau terpesona dengan kemolekan dan kegagahan seseorang. Apakah itu cinta? Saya fikir bukan. Cinta ada lebih tinggi, jauh lebih tinggi derajatnya dari hanya sekedar kekaguman dan keterpesonaan.

Kita sering kali tersesat pada kenyataan bahwa, sayang dan cinta jauh tersembunyi dalam hati kita. Entah apa masih bisa menggelegak keluar dengan benar, atau terpaksa. Bahkan mungkin selamanya terkubur oleh ketidakberanian mengungkap perasaan itu. Dalam perjalanan kedewasaan tiap-tiap orang, ungkapan itu bisa bermacam-macam caranya. Bunga mawar, cokelat, puisi, perhiasan, property, bahkan mungkin bagian dari diri sendiri. Pengungkapan itu, terkadang samar seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Hanya simbol-simbol dan kiasan-kiasan yanng terkadang bahkan tak mudah ditangkap oleh perasaan yang kurang peka. Meskipun seringkali, pun sebaliknya. Pengungkapan itu seperti bombardir mesiu pada daerah perang. Gencar dan menuju langsung ke sasaran.

Romantisme seseorang, kemudian dipertaruhkan. Dia menjadi tidak romantis ketika pengungkapan itu hambar, meskipun dalam hati memang berterus terang tulus. Dan kesulitan dalam pengungkapan basa basi. Dan menjadi sangat romantis, ketika pengungkapan itu kemudian diawali candle light dinner, lalu bunga mawar, kemudian cium kening dikeheningan. Romantisme gaya barat yang sering dibilang modern.

Itukah awal hubungan yang serius? Pengungkapan, romantisme dan sebagainya itu? Jika memang ia, saya akan menjadi orang yang jauh sekali dengan hubungan pada tingkatan serius itu. Meski bisa berpuisi, saya tak pernah merayu seorang gadis dengan puisi. Meski tahu dimana membeli mawar terbaik, saya tak pernah tiba-tiba memberikan mawar kepada seseorang. Saya menganggap itu sebagai romantisme orang lain, bukan romantisme dalam kehidupan saya.


Mantan pacar saya, memutuskan hubungan dengan saya lewat email. Penuh kata-kata yang seolah-olah dibuat halus dan tak ingin menyakiti. Berulang-ulang menyalahkan dirinya sendiri, tapi itu juga bukan romantisme dalam pandangan mata saya.
Pada kesimpulan saya, sebuah hubungan itu bermula dari kekaguman untuk mencintai. Kagum terhadap perasaan yang tiba-tiba berubah menjadi debar ketika bertemu, menjadi gelisah ketika berjauhan. Kemudian perasaan kagum itu bertransformasi untuk menerima. Menerima segala hal tentang hubungan itu. Membiarkan yang sudah ada sebelumnya, menciptakan sebisa mungkin yang belum terjadi. Jika kita berupaya hidup dengan orang yang sama persis dengan kita, apa bedanya dengan hidup sendirian dan bercermin. Tak ada yang berbeda dalam pantulan cermin.

Penerimaan itu, kemudian menjadi awal dari keinginan memberi. Mempersembahkan yang terbaik. Pengakuan, perlindungan dan bahkan lebih jauh lagi, kenyamanan. Itu adalah cinta dan sayang dalam konteks saya. Dan saat ini, saya merasakan itu semua menggelegak dalam ruang batin yang meluber didinding emosi. Hampir membobol tembok rasio, sehingga ia begitu kalap dan tak pernah berhitung. Meski pada kenyataanya. hitungan nya jelas dan tepat.
Selamat datang perasaan cinta. Mati surimu, sudah usai. Bangunlah. (bm/0811)

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny