Pacar saya marah. Bertanya kepada teman-teman saya, kenapa saya berubah. Mempersoalkan sesuatu yang sudah lama sekali terjadi, kemudian menambahkan bumbu sinetron dalam aneka rasa dan aroma sehingga semakin asam, menambahkan sebaris nada-nada abstrak sehingga terdengar remix. Meski itu adalah hal lama yang sudah pernah didengar, namun seperti alunan irama baru yang asing ditelinga, mencoba untuk diterjemahkan otak dan mentok pada satu kata, basi.
Komitmen untuk menjalin hubungan, seringkali terbentur dengan perbedaan-perbedaan dan kenangan masa lalu yang sulit untuk dihapus. Kadang kala, ia menjadi bumbu yang membuat sebuah komitmen menjadi semakin "berasa". Namun, lebih banyak yang kemudian tidak bisa dikecap lidah dan menjadikannya sebagai"bakteri" atau mungkin parasit.
Sudah kah kita benar-benar mengerti? Mau mengerti atau bahkan pada tingkatan paling bawah adalah mencoba mengerti tentang sesuatu?
Mengerti yang sebenarnya, dalam pandangan saya adalah, ketika kita tidak perlu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Biarkan dia mengalir apa adanya. Pahami dari mana ia berasal, kemana ia mengarah dan akan lewat mana ia bergerak. Pembandingan dengan perkataan "seharusnya begitu" atau "mestinya begini" hanya akan membuang nyawa dari pengertian itu. Mengerti seharusnya membuka lebar-lebar perasaan terhadap keinginan untuk tahu, dan membiarkan ia melebur dalam nurani apa adanya. Tanpa ada bumbu prasangka yang tidak perlu. Pada tahapan ini, prasangka hanya akan membuat sesuatu menjadi hambar.
Coba bayangkan saja, ketika kita masuk dalam sebuah pameran lukisan atau photo. Ketika kita sudah membuka penilaian dengan berkata "seharusnya photo ini begini" atau "mestinya lukisan itu begini", kita tidak akan mendapatkan apapun dari lukisan itu. Esensi keindahan akan hilang karena kita sibuk membandingkan. Pesan yang ingin disampaikan oleh sang pelukisa atau photographer buyar, dihantam oleh imajinasi kita tentang "seharusnya" dan "mestinya" tadi. Kita tidak mengerti, apa artinya melihat, dan membaca apa yang ingin disampaikan oleh siempunya pesan.
Pada tingkatan yang lain, "Mau Mengerti" adalah hal lain lagi. Tak pernah benar-benar kita menerima tentang sesuatu hal, ada ganjalan perasaan yang seolah ingin meledak dan diungkapkan. Namun, kenyataanya, kita hanya diam saja. Bukan membiarkan itu berjalan dengan tidak sekehendak hati kita. Namun, karena mau mengerti tadi, menekan otot protes, sehingga itu akan membuat jalan lain menjadi semakin jelas untuk dijabarkan. Kita mencoba memahami tentang hal yang sedang berlangsung, dan menterjemahkan dalam bahasa sendiri untuk kemudian mengambil sikap.
Apa kemudian harus over reacted terhadap hal-hal yang tidak kita sukai? Silahkan saja. Kenyataannya, tidak semua hal yang kita sukai itu bisa kita ubah. Kita sudah marah-marah ketika dipagi hari keluar rumah mendapati jalanan macet tidak bergerak. Kemudian, memaki sana sini pengendara yang membunyikan klakson keras-keras, memaki lampu merah yang menyala lebih lama dari biasanya, ngoomel kepada pemerintah yang dirasa tidak becus mengurus tata kota dan pengaturan jalan. Atau malah marah kepada polisi-polisi lalulintas yang dirasa lamban mengatur kendaraan dan lain-lain.
Kenyataanya, apakah kemudian jalanan jadi lancar ketika kita sudah ngomel dan memaki sana sini? Tentu saja tidak bukan? Macet akan tetap macet dan jalanan akan tetap penuh dengan kendaraan dan semakin siang akan semakin penuh.
Menyikapi sesuatu secara berlebihan, menimbulkan emosi yang berlebih juga. Akhirnya, kita menjadi sangat sensitif. Menajadi tidak objektif. Berprasangka negtif.
Begitu juga dengan persoalan yang lain. Berbuat seperlunya, untuk menyikapi sebuah kejadian, sepatutnya menjadi budaya. Jangan lantas marah-marah karena harga sayuran naik dipasar. Berfikirlah, bahwa dengan kita membayar lebih mahal, banyak orang yang bisa menikmati hidup lebih baik diluar sana. Jangan lantas ngomel karena jalanan macet. Berfikirlah, bahwa didalam antrean kendaraan yang sama-sama terjebak, ada ibu yang anaknya harus masuk sekolah tepat waktu, ada ibu hamil yang akan segera melahirkan, ada dokter yang ditunggu jadwal operasi, ada orang yang ditunggu jadwal interview kerja, polisi yang akan menangkap penjahat dan lain sebagainya. Apa mereka tidak lebih buruk dari keadaan kita? (bmkr/1111)
Komitmen untuk menjalin hubungan, seringkali terbentur dengan perbedaan-perbedaan dan kenangan masa lalu yang sulit untuk dihapus. Kadang kala, ia menjadi bumbu yang membuat sebuah komitmen menjadi semakin "berasa". Namun, lebih banyak yang kemudian tidak bisa dikecap lidah dan menjadikannya sebagai"bakteri" atau mungkin parasit.
Sudah kah kita benar-benar mengerti? Mau mengerti atau bahkan pada tingkatan paling bawah adalah mencoba mengerti tentang sesuatu?
Mengerti yang sebenarnya, dalam pandangan saya adalah, ketika kita tidak perlu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Biarkan dia mengalir apa adanya. Pahami dari mana ia berasal, kemana ia mengarah dan akan lewat mana ia bergerak. Pembandingan dengan perkataan "seharusnya begitu" atau "mestinya begini" hanya akan membuang nyawa dari pengertian itu. Mengerti seharusnya membuka lebar-lebar perasaan terhadap keinginan untuk tahu, dan membiarkan ia melebur dalam nurani apa adanya. Tanpa ada bumbu prasangka yang tidak perlu. Pada tahapan ini, prasangka hanya akan membuat sesuatu menjadi hambar.
Coba bayangkan saja, ketika kita masuk dalam sebuah pameran lukisan atau photo. Ketika kita sudah membuka penilaian dengan berkata "seharusnya photo ini begini" atau "mestinya lukisan itu begini", kita tidak akan mendapatkan apapun dari lukisan itu. Esensi keindahan akan hilang karena kita sibuk membandingkan. Pesan yang ingin disampaikan oleh sang pelukisa atau photographer buyar, dihantam oleh imajinasi kita tentang "seharusnya" dan "mestinya" tadi. Kita tidak mengerti, apa artinya melihat, dan membaca apa yang ingin disampaikan oleh siempunya pesan.
Pada tingkatan yang lain, "Mau Mengerti" adalah hal lain lagi. Tak pernah benar-benar kita menerima tentang sesuatu hal, ada ganjalan perasaan yang seolah ingin meledak dan diungkapkan. Namun, kenyataanya, kita hanya diam saja. Bukan membiarkan itu berjalan dengan tidak sekehendak hati kita. Namun, karena mau mengerti tadi, menekan otot protes, sehingga itu akan membuat jalan lain menjadi semakin jelas untuk dijabarkan. Kita mencoba memahami tentang hal yang sedang berlangsung, dan menterjemahkan dalam bahasa sendiri untuk kemudian mengambil sikap.
Apa kemudian harus over reacted terhadap hal-hal yang tidak kita sukai? Silahkan saja. Kenyataannya, tidak semua hal yang kita sukai itu bisa kita ubah. Kita sudah marah-marah ketika dipagi hari keluar rumah mendapati jalanan macet tidak bergerak. Kemudian, memaki sana sini pengendara yang membunyikan klakson keras-keras, memaki lampu merah yang menyala lebih lama dari biasanya, ngoomel kepada pemerintah yang dirasa tidak becus mengurus tata kota dan pengaturan jalan. Atau malah marah kepada polisi-polisi lalulintas yang dirasa lamban mengatur kendaraan dan lain-lain.
Kenyataanya, apakah kemudian jalanan jadi lancar ketika kita sudah ngomel dan memaki sana sini? Tentu saja tidak bukan? Macet akan tetap macet dan jalanan akan tetap penuh dengan kendaraan dan semakin siang akan semakin penuh.
Menyikapi sesuatu secara berlebihan, menimbulkan emosi yang berlebih juga. Akhirnya, kita menjadi sangat sensitif. Menajadi tidak objektif. Berprasangka negtif.
Begitu juga dengan persoalan yang lain. Berbuat seperlunya, untuk menyikapi sebuah kejadian, sepatutnya menjadi budaya. Jangan lantas marah-marah karena harga sayuran naik dipasar. Berfikirlah, bahwa dengan kita membayar lebih mahal, banyak orang yang bisa menikmati hidup lebih baik diluar sana. Jangan lantas ngomel karena jalanan macet. Berfikirlah, bahwa didalam antrean kendaraan yang sama-sama terjebak, ada ibu yang anaknya harus masuk sekolah tepat waktu, ada ibu hamil yang akan segera melahirkan, ada dokter yang ditunggu jadwal operasi, ada orang yang ditunggu jadwal interview kerja, polisi yang akan menangkap penjahat dan lain sebagainya. Apa mereka tidak lebih buruk dari keadaan kita? (bmkr/1111)
Comments
Post a Comment