Skip to main content

Lelaki : Yang Kecil dan Menjadi Besar


Sudah pernah nonton film Real Steel?
Kalau belum, cobalah tonton film fiksi besutan sutradara Shaun Levy dengan producer kondang Steven Spielberg ini, layak untuk jadi nominasi film terbaik. Bercerita tentang ayah dan anak yang terpisah karena suatu masalah, hingga mereka dipertemukan ketika si ibu meninggal dan hak asuh anak tersebut diperebutkan. Si ayah, kemudian menyerahkan hak asuh anak lelaki berumur sebelas tahun tersebut kepada kakak dari ibu, atau bibi si bocah tampan itu, dengan berbagai embel-embel. Namun, minta diperbolehkan untuk merawat si Bocah selama paman dan bibi nya pergi ke Italia.

Singkatnya, si anak menghabiskan waktu bersama ayahnya, yang mantan petinju nomor dua terhebat di Amerika, dan menjadi "dalang" robot yang bertinju. Mengambil setting tahun 2024, nampaknya robot memang sudah m enjadi barang yang tidak aneh lagi. Pertemuan mereka dengan robot sparing bernama Atom, membuat mereka semakin erat secara emosi dan ambisi. Si bocah, yang dengan bermodal robot rongsokan, mampu menembus kejuaraan dunia dengan menantang sebuah robot super tanpa tanding. 

Apa intinya?
Seorang anak kecil, mampu menghadirkan serangkaian petualangan tak terduga. Berbicara dalam bahasa mereka yang polos dan cerdas, kemudian ngotot untuk dapat mempertahankan apa yang menjadi keinginannya. Dan sebuah robot sparing, yang tidak punya daya tempur, ditangan yang benar, mampu menghadapi serangkaian pertandingan dan memenangkannya.
Menjadi besar, tidak serta-merta harus berfisik besar. Seringkali, kita terlupa, bahwa sesuatu yang kecil memicu begitu banyak hal bersar. Di amengisi setiap celah tanpa menimbulkan kegaduhan dan hingar-bingar. Dia menelusup didalam atmsphere untuk melumpuhkan tanpa kita sadar, dan membunuh sekalipun, sebelum kita siaga. Pernah dengar teori batu, kerikil dan pasir? Batu, yang masuk kedalam gelas, menyisakan rongga-rongga yang tak bisa terisi. Kemudian, kerikil mengisi sebagian celah-celah itu, namun masih banyak yang bolong. Namun pasir, dengan anggun menelusup disela-selanya, untuk mengisi rongga-rongga itu. Tanpa berisik. Tanpa "koar-koar" tak berarti.

Demikian juga halnya dengan Permasalahan sehari-hari apapun itu bentuknya. Kita memendam perasan kesal, karena ketika berkendara dijalan raja di serempet orang. Tidak jatuh, hanya diserempet saja. Kita marah, ketika harga-harga dipasar bergerak naik setiap hari. Kita dendam, ketika menyaksikan teman kantor membeli gadget baru. 

Kadang, kita tidak pernah mempermasalahkan itu secara nyata. Kita hanya menggerutu dalam hati, kemudian melupakannya. Betulkah kita lupa? Atau berusaha melupakan? apakah ketika kembali kejalan dimana kita diserempet kita tidak pernah ingat kejadian yang lalu? Apakah kita tidak pernah kembali dendam ketika teman kita itu, kemudian pamer gadget nya didepan kita? Apakah kita bahagia kemudian?

Alam bawah sadar kita menumpuk hal-hal kecil itu menjadi besar. Seperti sungai yang setiap hari mengalir tenang, dan ternyata menggerus dinding-dindingnya menjadi lebih lebar. Bagai hempasan ombak yang menerjang pantai sedikit demi sedikit menggerus daratan.. 

Yang kecil, seringkali terlupakan. Seperti robot sparing yang kemudian manang mengahkan robot petarung, seperti emosi yang menumpuk kemudian meluap menjadi amarah dan berbahaya. Bebaskanlah (bmkr/1111)

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny