Skip to main content

Lelaki : #BerbagiMakan .. Antara Panti Yatim & Saur On The Road



peserta #BerbagiMakan
Keresahan saya, ketika beberapa minggu ini pulang tengah malam, mendapati sederetan orang-orang dengan sepeda motor berkeliaran dijalan, dini hari, ketika jam makan sahur tiba, semakin tidak terbendung. Rombongan itu, berisi belasan, bahkan sampai puluhan kendaraan roda dua. Dengan knalpot & klakson yang membisingkan telinga, asap yang membuat polusi dan mengabaikan prinsip keselamatan berkendara. Mengabaikan helm dan jaket, dan yang lebih parah lagi adalah memblokir jalanan, sehingga pengguna yang lain merasa terganggu.
 
Ini bukan sekali dua kali saya saksikan di Ramadhan tahun ini. Hampir setiap malam menjelang akhir pekan, mereka sibuk berkendara, dengan menyebut "Saur On The Road". Konsepnya sendiri, sangat sederhana. Membagikan makanan untuk orang-orang dijalanan yang pada pagi hari, ketika sahur masih harus bekerja, atau justru tuna wisma yang memang tidak mampu. Niat yang tulus bukan?
 
#BerbagiMakan
Seiring berjalannya waktu, konsep sederhana itu, berubah menjadi sebuah tren yang menjamur. Komunitas, karyawan, partai politik, Organisasi kepemudaan dan bahkan Organisasi lintas agama, serta masih banyak unsur lain, ikut ber Saur On The Road. Bisa sekedar menjaga eksistensi atau memang karena tulus ingin memberi sahur orang-orang yang akan berpuasa di siang harinya. Yang jadi persoalan adalah, ini justru menjadi pemicu, maraknya kegiatan dijalan yang meresahkan orang lain. Serta, yang paling sederhana adalah, sasaran yang tidak tepat. Makanan sahur itu, lebih banyak yang menjadi mubazir, karena beri kepada orang yang salah.
 
senyum #BerbagiMakan
Seorang kawan saya, Jamal menyambut dengan baik ide untuk #BerbagiMakan. Konsepnya memang tidak kalah sederhana dari Saur On The Road. Tapi, rasanya bisa lebih rapi kalau ditata dengan baik. Dan yang pasti, bisa tepat sasarannya, kepada adik-adik Yatim dan Yatim Piatu dari sebuah yayasan dibilangan Jakarta Selatan. Dan yang pasti, bisa lebih tepat ke sasaran. Misi edukasi, kemudian menjadi menyeruak tinggi, ketika kami melihat lebih dalam. Banyak sekali dari adik-adik Yatim, karena keterbatasan waktu dan uang, tidak bisa makan di rumah makan, atau restoran siap saji. Takut, malu, dan masih banyak lagi alasan lain yang timbul kemudian.
 
Selama dua bulan, kami berembuk. Merumuskan konsep, hingga mengatur run down berdua. Mensurvei beberapa tempat yang disinyalir bisa untuk menampung orang-orang dalam jumlah yang besar dan lokasinya mudah dicapai dari Yayasan Yatim yang kami maksud. Bergerilya, kami kemudian menghubungi kawan-kawan. Memaparkan ide kami tentang #BerbagiMakan tersebut. Dan sebuah rumah makan siap saji, frencise dari Amerika, kami pilih. Disini, kami akan mengajarkan adik-adik itu, cara membeli makanan di restoran siap saji, membawa dan mengurus makanannya sendiri, dan tentu saja dengan pendampingan dari  kakak-kakak yang ikut mendonasi acara tersebut.  Kemudian, bang Sahal dan Bang Kopral juga bergabung, ikutan kami buat pusing. Banyak hal kami serap dari keikhlasan mereka membantu perjuangan kami, mewujudkan acara ini.
 
Sambil mengecek ketersediaan rumah makan itu, gerilya donasi masih kami lakukan. Dan kaget rasanya, ketika angka yang kami sasar, 15 orang donatur, membengkak jadi 20, kemudian 30, kemudian jadi 40 lebih ketika hari terlaksananya. Subhanallah. Mereka mengamanatkan, untuk menggembirakan adik-adik Yatim itu kepada kami.
 
senyum lucu #BerbagiMakan
Senyum-senyum lugu, tawa ceria, rasanya menjadi sesuatu yang begitu mahal buat kami. Bagaimana meraka dengan tidak malu-malu, makan dengan lahapnya, meski hanya ayam goreng, nasi putih dan sekotak teh. Namun keceriaan itu, menjadi atmospher buat kami hari itu. Terharu, sudah pasti. Diantara mereka, beberapa berasal dari pulau seberang. Sumatera dan Madura. Dan ada beberapa yang baru menginjakkan kaki disini, Jakarta,  sebulan lalu. Mereka kelihatan begitu tenang. Entah malu, atau rikuh. Namun, berkali-kali tersenyum dan menjawab dengan lugu, ketika saya, bertanya tentang mereka.
Add caption
 
Ini bukan hanya tentang makan, ini juga tentang berbagi kasih. Kita terkadang lupa, tentang apa yang menjadi hak orang lain. Terima kasih, kawan yang sudah mendukung acara itu. Semoga lain hari kita bisa diberi rejeki dan kesehatan, untuk tetap bisa #Berbagi ......(bmkr/05813)
photo by @JamaludinHusen

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny