Skip to main content

Lelaki : Antara Pasar Kambing & Keramik Plered

photo @boimakar
Memasuki pelataran seluas tidak lebih dari lima ratus meter persegi itu, kita seakan dibawa kemasa-masa perdagangan tradisional jaman dulu. Ratusan orang berkerumun, memamerkan barang dagangan mereka yang kemudian akan didekati oleh beberapa orang dan tawar menawarpun terjadi. Hingga akhirnya, mereka bersalaman sebagai tanda transaksi telah disetujui. Bahasa yang dipakai untuk menawarpun, sekilas seperti tidak dimengerti. Mereka menggunakan bahasa khusus untuk menentukan harga, seperti misalnya seribu untuk menyebut sejuta rupiah, dan lain sebagainya. Jangan heran. Mereka sudah memakai bahasa itu turun temurun. Dan pedagang dan pembeli yang rata-rata laki-laki, hiruk pikuk saling tawar, saling menjajagi kemungkinan untuk bertransaksi. Beberapa bandar atau tengkulak, menenteng segepok uang kemana-mana, tanpa takut ada yang mencuri atau menodong. Semua berjalan dengan segitu tertibnya.

photo @boimakar
Beginilah, pasar kambing di samping stasiun Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Kambing-kambing terbaik dan domba-domba dengan berbagai ukuran, ditenteng siempunya untuk dijual. Harganya pun beragam. Dari anak kambing berusia sekitar lima bulan yang ditawarkan dengan harga dua ratus ribu rupiah, hingga harga jutaan rupiah untuk yang berukuran super.

Meski berada persis disebalah rel kereta api, dan hanya beberapa meter dari stasiun kereta api Plered, pasar yang hanya terjadi pada hari Minggu dan Kamis ini, ramai didatangi warga yang akan menjual hewan ternak mereka. Kebanyakan adalah warga sekitar. Namun, banyak juga yang berasal dari luar Plered. Rata-rata dari mereka adalah tengkulak yang akan membeli dalam jumlah banyak dan akan menjualnya kembali.

Untuk harga, boleh diadu. Dari pengamatan saya, harga disini tergolong murah. Seratus lima puluh ribu untuk seekor anakan kambing, rasanya cukup bersaing. Untuk  harga dewasa, memang berbeda-beda, sesuai dengan banyak kriteria. Hanya para pedagang dan pembeli berpengalaman yang sudah mengerti betul bagaimana cara menaksirnya.

photo @boimakar
Kabupaten Plered, sebenarnya memang bukan penghasil produksi hewan ternak seperti Garut, yang mahsyur dengan Domba nya. Kabupaten seluas 29,66 km persegi dengan jumlah penduduk hanya 63 ribu jiwa ini, justru lebih dikenal orang karena kerajinan tebikar atau keramiknya. Konon, keramik di sini, sudah ada dari semenjak jaman Neolitikum atau jaman batu baru di era prasejarah.

Pada jaman tersebut, sudah ada penduduk yang berdatangan ke daerah Cirata, menyurusi Ci Tarum. Dari hasil penggalian didaerah Cirata ditemukan peninggalan dari batu, kapak persegi, alat untuk menumbuk dan alu dari dar batu. Termasuk ditemukan belanga dan periuk dari tanah liat, juga ditemuka anjun, atau tempat membuat keramik. ( purwakartakab.go.id)

photo dibudpadjabar
Kemudian pada masa kolonial Belanda, kemudian kemahsyran keramik Plered semakin terangkat. Bahkan, Belanda sempat membuat sebuah pabrik glasir di daerah tersebut.

Meski pasar kambing dan keramik Plered memang tidak mempunyai hubungan secara langsung, namun kedua hal itu menjadi daya terik sendiri. Pasar yang penuh dengan kekeluargaan itu, menjadi tempat jual beli yang selalu dinantikan setiap pekan oleh warga sekitar. Dan keramik Plered, namanya tidak akan pernah redup oleh perkembangan jaman yang semakin canggih ini. (bmkr/220913) 

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Photo

Start:      Nov 3, '08 03:00a End:      Nov 10, '08 Location:      photo Dear Jper's Ada kabar gembira nech...., Mister Roy Genggam yang photographer profesional dan penyayang ular itu akhirnya meluangkan waktunya untuk sharing ilmu photography dengan jpers . Siapa tahu setelah mengikuti kursus ini foto foto petualangan kita makin kinclong dan laku dipasarkan.. Adapun schedule kegiatannya sebagai berikut Tanggal : 08 November 2008 Waktu : 13.00 ~ 17.00 WIB Lokasi : Studio Roy Genggam Jalan Karyawan No. 12 Pondok Pinang Jaksel PIC : Boim Akar ( 021-95465096 ) 25 Jpers yang sudah terdaftar mohon untuk confirm kehadirannya segera ke Obie ( 0856-93208384 ), karena apabila berhalangan hadir akan diisi oleh Jpers yang lain ..... Boim =confirm Tante Nha = confirm Sigit A = confirm Kris Ibenk Rera Aji Timmy Gonjes Yuli Yani cowok Obie Bule lele Ira Faris Redi Ucit Andy Ray Andreas Tonny M

Perjalanan 7: Segelas Kopi di Danau Muram

Kesendirian menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang suram. Bayangan tentang kegagalan, kecenderungan kekecewaan dan frustasi masa silam. Semua bergulir pelan, menyiksa batin yang berontak ingin melepaskan semuanya. Menunggu tangan-tangan kuat untuk mengangkat penderitaan yang berkarat itu. Yah.. kesendirian yang seharusnya menyenangkan, namun sering kali hanya pelarian. Angin sore dari hutan bambu berhembus pelan. Mengerakkan batang-batang berbuku saling bergesekan, menciptakan decit yang mengganggu pendengaran. Aku mempercepat langkah mengikuti arah yang ditunjukkan Lelaki itu. Meloncati beberapa akar dan tanah becek. Hingga kecerobohan membuat aku terjerembab ke tepi danau. Dari kejauhan, aku melihat Dia tertawa senang. "Senang sekali melihat orang menderita!" runtukku ketika sampai didekatnya. Dia makin tertawa dengan lepasnya. "Kopinya sudah habis. Kelamaan sih sampe sininya," ujarnya menggoda. "Ah, nyesel udah lari sampe nyungsep ga ada hasil. Kotor se

Lelaki – Pengelana dan Setangkai Lily

Pada dasarnya, hidup adalah pengarungan waktu yang berujung pada sebuah keputusan. Terus menerobos mencari persinggahan, kemudian memutuskan untu tinggal selamanya, atau mengembara terus, mencar sesuatu yang belum tentu ada. Kepuasan batin yang kemudian menjadi alasan, lama-lama seperti pembenaran dari sebuah ketidakjujuran hati, akan perlunya dermaga untuk melabuhkan bahtera tanpa nama itu. Seorang pengelana di neger ginseng, Korea, melintasi gunung bukit, mengarungi lautan, menempuh jalanan berkilo-kilo meter, sebagai seorang pelukis. Pada kedalaman hutan-hutan tidak berpenghuni, dia mendapati sejuta kecemerlangan kehidupan. Kesunyian menghadirkan syair-syair dalam bahasa cinta yang manis. Meski dia belum tau persis, apa makna dari mencintai itu sebenarnya. Namun, dia tak pernah berfikir untuk  berhenti mengembara. Sang pengelana itu, pada hari malam dan cuaca dingin, jauh dari kampung halamannya, singgah di warung seorang  janda beranak satu, yang mulai remaja. Sang Janda, meny