photo @boimakar |
Menyaksikan wajah-wajah murung dalam kerangkeng besi besar, berisi
puluhan orang berbadan rata-rata kurus, hati rasanya miris. Belum lagi,
beberapa orang yang dipasung dengan rantai besi dan ditambatkan pada tiang
penyangga bangunan beratap asbes dan tidak berdinding tembok itu. Lantai putih
yang terlihat selalu basah, menambah kelihatan lembab. Beberapa orang, jongkok
di balai-balai yang terbuat dari papan teriplek yang diperuntukkan juga untuk
tempat tidur. Jangan ditanya, seberapa bau tempat ini. Dan jangan juga
bertanya, kenapa pakaian mereka compang-camping, hingga telanjang bulat pula.
Mereka bicara dengan nada keras, berteriak meminta rokok, berteriak minta
dibawa pergi dari tempat ini, mengaku tidak kerasan dan lain sebagainya.
Itu lah, sedikit gambaran tentang Yayasan Galuh. Pusat rehabilitasi
mental, atau yang biasa disebut orang, panti orang gila.
Udara panas terik membakar Bekasi siang itu. Beberapa mobil terparkir
dihalaman konblok yang kering. Puluhan anak-anak muda berbaur menggotong beberapa
macam perlatan yang tidak biasa. Kain-kain
pel panjang, ember-ember besar, sembako, pakaian layak untuk dipakai dan
masih banyak lagi. Wajah-wajah yang terlhiat bersemangat itu, berbaur dengan
belasan orang yang yang mondar-mandir dalam dunianya sendiri. Ada yang sibuk
menyalami semua orang disana, berkeliling dengan tidak pernah berhenti,
kemudian akan balik menyalami lagi setelah selesai satu putaran. Ada yang sibuk
melambaikan tangan kepada siapa saja, ada yang sibuk marah-marah, dan masih
banyak lagi. Belum lagi yang hanya duduk-duduk, mengunyah roti yang diterima
dalam kotak-kotak makanan kecil terbuat dari kardus, dalam diam. Tidak ada satu
ucapanpun keluar dari mulut mereka. Puluhan yang lain, melihat kesibukan
anak-anak muda itu dalam diam. Bergerombol ditempat-tempat teduh yang nyaman.
photo @boimakar |
Tempat itu, penuh dengan orang gila. Yah, gila dalam arti sebenarnya. Cacat
mental karena banyak alasan. Menurut pengurus tempat ini, ada lebih dari tiga
ratus orang ditempatkan disini. Rata-rata mereka adalah warga binaan yang
didapat karena titipan keluarganya. Separuh yang lain adalah orang-orang gila
yang berkeliaran di jalan. Mereka diselamatkan dari jalanan, untuk kemudian
disembuhakan.
Jangan percaya siapapun, disini. Setidaknya, begitu pemikiran saya, ketika
banyak sekali omongan yang keluar dari mereka, nampak tidak ada bedanya dengan
orang waras. Mereka tau, dimana letak gedung sate dan terminal baranangsiang.
Mereka hafal, rumah mereka dan alasan kenapa mereka ada disini.
Perbincangan-perbincangan pendek semacam itu, seperti akan membawa kita kepada
sugesti bahwa mereka waras. Meski tetap saja, itu tidak selalu benar.
Yayasan yang di kelola oleh Pak Ajat dikawasan Rawa Lumbu, Bekasi ini,
mempekerjakan sedikitnya empat puluh orang. Dibagi masing-masing untuk bagian
kebersihan, masak-memasak dan bagian-bagian umum lainnya. Yang paling
memprihatinkan adalah, adanya seorang bayi, yang lahir dari seorang warga
binaan di sini. Entah siapa bapaknya. Begitulah kehidupan.
Dan serombongan anak muda yang membaur itu, ikut bergai kesenangan dan
rejeki kepada mereka yang tidak seberuntung kita. Banyak pelajaran dipetik hari
ini. Betapa, kita sering lupa berterima kasih kalau kita sudah dilahirkan dalam
kesempurnaan fisik dan pikiran. (bmkr/220913)
Comments
Post a Comment